Israel menghadapi tekanan yang semakin besar dari komunitas internasional setelah sejumlah negara Barat mulai mengakui Negara Palestina. Keputusan ini menandai pergeseran signifikan dalam lanskap geopolitik Timur Tengah dan memicu berbagai reaksi, mulai dari kemarahan di Israel hingga harapan di Palestina.
Pengakuan Negara Palestina: Gelombang Baru Dukungan Internasional
Beberapa negara Barat, termasuk Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal, secara resmi mengumumkan pengakuan mereka atas Negara Palestina pada hari Minggu, 21 September 2025. Langkah ini diikuti oleh rencana pengakuan serupa dari negara-negara lain seperti Prancis, Belgia, dan negara-negara anggota lainnya yang dijadwalkan akan mendeklarasikan pengakuan mereka pada Sidang Umum PBB pada hari Senin, 22 September 2025.
Keputusan ini sangat penting karena negara-negara tersebut telah lama menjadi sekutu dekat Israel. Perubahan kebijakan ini mencerminkan frustrasi yang mendalam atas tindakan Israel, terutama terkait dengan konflik di Gaza. Lebih dari 140 anggota PBB telah mengakui Palestina sebelumnya, dan jumlah ini terus bertambah seiring dengan meningkatnya kekhawatiran global tentang situasi kemanusiaan di wilayah tersebut.
Alasan di Balik Pengakuan: Upaya Mendorong Perdamaian
Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyatakan bahwa pengakuan negaranya terhadap Negara Palestina adalah bentuk kemitraan dalam membangun masa depan yang damai bagi Palestina dan Israel. Seorang pejabat senior pemerintah Kanada menjelaskan bahwa Otoritas Palestina telah meninggalkan kekerasan, mengakui Israel, dan berkomitmen pada solusi dua negara. Pengakuan ini bertujuan untuk memberdayakan pihak-pihak yang menginginkan koeksistensi damai dan meminggirkan kelompok-kelompok seperti Hamas.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, juga menepati janjinya untuk mengakui Negara Palestina, dengan syarat Israel menyetujui gencatan senjata dan berkomitmen pada solusi dua negara. Namun, sejak ultimatum tersebut dikeluarkan, Israel justru mengambil langkah-langkah yang memperburuk situasi, termasuk memperluas permukiman di Tepi Barat dan menentang solusi dua negara. Starmer menegaskan bahwa tindakan Inggris ini diambil untuk menjaga kemungkinan perdamaian tetap hidup di tengah meningkatnya kengerian di Timur Tengah.
Kementerian Luar Negeri Inggris juga memperbarui halaman web saran perjalanan mereka, mengubah penyebutan “Wilayah Palestina yang Diduduki” menjadi “Palestina,” yang secara simbolis mencerminkan perubahan kebijakan ini.
Peran Prancis dan Negara-Negara Lainnya
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah menjadi tokoh kunci dalam mendorong pengakuan Negara Palestina. Ia menyerukan negara-negara lain untuk bergabung dengan Prancis dalam mengumumkan pengakuan mereka pada Sidang Umum PBB. Dalam sebuah wawancara, Macron mengonfirmasi niat Prancis untuk mengakui Negara Palestina pada hari Senin, dengan persyaratan pembebasan sandera yang tersisa di Gaza sebelum membuka kedutaan besar di Palestina.
Negara-negara lain seperti Belgia, Luksemburg, dan San Marino juga berencana untuk mengakui Negara Palestina dalam minggu yang sama.
Reaksi Israel dan Palestina
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengecam tindakan negara-negara Barat yang mengakui Negara Palestina. Ia bersumpah bahwa tidak akan ada Negara Palestina. Netanyahu menyatakan bahwa pengakuan tersebut adalah “hadiah besar kepada terorisme” dan menegaskan bahwa Negara Palestina tidak akan didirikan di sebelah barat Sungai Yordan.
Sebaliknya, Hamas menyambut baik langkah tersebut, tetapi menekankan bahwa pengakuan tersebut harus disertai dengan “tindakan praktis” untuk mengakhiri perang di Gaza dan mencegah Israel mencaplok Tepi Barat.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan bahwa pengakuan tersebut akan membantu membuka jalan bagi “Negara Palestina untuk hidup berdampingan dengan Negara Israel dalam keamanan, perdamaian, dan hubungan bertetangga yang baik.”
Tekanan Internal dan Reaksi Internasional Lainnya
Pemerintah-pemerintah Barat menghadapi tekanan dari berbagai pihak di dalam partai mereka dan dari masyarakat yang marah atas meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza, kondisi kemanusiaan yang memprihatinkan, dan ketidakmampuan negara-negara mereka untuk mengendalikan Israel.
Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, belum memberikan komentar langsung mengenai keputusan negara-negara sekutunya untuk mengakui Negara Palestina. Namun, Presiden AS sebelumnya telah menegaskan bahwa ia menentang langkah tersebut.
Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben-Gvir, mengumumkan bahwa ia akan mengusulkan agar kabinet menerapkan kedaulatan di wilayah Palestina lain yang diduduki Israel, yaitu Tepi Barat, yang akan mewakili aneksasi de facto atas tanah yang direbut dalam perang tahun 1967.
Implikasi Jangka Panjang
Pengakuan Negara Palestina oleh sejumlah negara Barat merupakan perkembangan signifikan yang dapat memiliki implikasi jangka panjang bagi proses perdamaian Israel-Palestina. Langkah ini dapat memberikan dorongan moral dan politik bagi Palestina, serta meningkatkan tekanan pada Israel untuk terlibat dalam negosiasi yang serius. Namun, tantangan yang signifikan tetap ada, termasuk perbedaan pendapat yang mendalam antara kedua belah pihak dan ketidakpastian mengenai masa depan wilayah tersebut.