– Di Manila, ibu kota Filipina, ribuan demonstran berunjuk rasa menyuarakan penolakan terhadap skandal korupsi yang mengguncang negara, yang diduga melibatkan proyek pengendalian banjir dengan anggaran yang mencapai miliaran dolar.
Menurut laporan Aljazeera, demonstrasi yang dianggap sebagai salah satu unjuk rasa antikorupsi paling masif di Filipina ini terjadi pada hari Minggu (21 September 2025), diawasi dengan ketat oleh aparat kepolisian dan militer guna menghindari terjadinya kericuhan.
Ketegangan ini muncul setelah adanya unjuk rasa skala nasional di negara tetangga, Indonesia, yang dipicu oleh kemarahan pengunjuk rasa terhadap tindakan represif polisi, besaran gaji anggota parlemen, dan laju inflasi.
Di Manila, pengunjuk rasa mengacungkan bendera Filipina dan membawa plakat bertuliskan “Cukup sudah, ini keterlaluan, penjarakan mereka”, mendesak agar semua yang terlibat diadili.
Althea Trinidad, seorang mahasiswa yang aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, menyampaikan rasa kecewanya kepada The Associated Press, “Saya sangat sedih melihat kita semakin miskin, kehilangan tempat tinggal, nyawa, dan harapan. Di sisi lain, mereka justru mengumpulkan kekayaan yang luar biasa dari pajak yang seharusnya menjadi hak kita, malah dipakai untuk membeli mobil mewah, berlibur ke luar negeri, dan membiayai transaksi bisnis yang lebih besar.”
Ia menambahkan, “Kami ingin beralih ke sistem di mana orang tidak lagi dianiaya.” Menurut AFP, sekitar 13.000 orang berkumpul di Luneta Park, Manila.
Kemarahan publik memuncak setelah Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyoroti skandal proyek infrastruktur fiktif pada Juli lalu. Marcos kemudian membentuk komisi independen untuk menyelidiki dugaan anomali di 9.855 proyek pengendalian banjir senilai lebih dari 545 miliar peso (sekitar 9,5 miliar USD).
Kemarahan publik meningkat setelah terungkapnya fakta bahwa Sarah dan Pacifico Discaya, pasangan berada yang menjalankan sejumlah perusahaan konstruksi, berhasil memenangkan tender proyek pengendalian banjir dan memiliki koleksi mobil mewah hingga puluhan unit.
Pada hari Senin, 15 September 2025, Presiden Marcos Jr. menegaskan bahwa ia tidak menyalahkan masyarakat atas aksi protes yang terjadi dan mengharapkan demonstrasi dapat berjalan tanpa kekerasan. Selain itu, ia mengumumkan status “siaga merah” bagi militer sebagai tindakan preventif.
Barnaby Lo dari Al Jazeera melaporkan bahwa protes ini dipimpin oleh gereja-gereja Kristen dari berbagai denominasi, dengan Gereja Katolik secara historis memiliki kemampuan besar untuk memobilisasi massa di Filipina.
Lo menyebutkan, “Bukanlah suatu kebetulan bahwa protes ini terjadi pada tanggal 21 September, yang merupakan peringatan deklarasi darurat militer oleh mantan Presiden Ferdinand Marcos Sr., dan berlangsung di jalan raya yang sama tempat terjadinya dua revolusi kekuatan rakyat.”
Ia melanjutkan, demonstran tersebut menuntut agar presiden menjalankan reformasi yang berkelanjutan untuk menghapus seluruh praktik korupsi dalam pemerintahan.
Aly Villahermosa, seorang mahasiswa keperawatan berusia 23 tahun, menyampaikan kepada AFP bahwa ia sering mengarungi banjir di negara yang rawan badai itu.
“Kalau ada anggaran untuk proyek-proyek bayangan, kenapa tidak ada anggaran untuk sektor kesehatan?” ujarnya, sambil menyebut pencurian dana publik itu sangat memalukan.