Ketika menyebutkan Korea Selatan, pikiran banyak orang cenderung langsung tertuju pada Seoul yang modern, K-pop yang terkenal di seluruh dunia, atau drama Korea yang membuat hati baper. Namun, ada satu daya tarik lain yang tidak boleh dilewatkan: masakan khas Korea.
Dari deretan makanan jalanan di Myeongdong hingga restoran khas di Jeonju, masakan tradisional Korea Selatan terus menarik perhatian para wisatawan dari seluruh dunia. Salah satu contohnya adalah bibimbap, hidangan nasi campuran yang berwarna-warni dan kini telah dikenal secara global.
Makanan ini bukan hanya sekadar hidangan harian, tetapi juga merupakan lambang budaya dan pandangan hidup masyarakat Korea. Bayangkan suasana khas Korea saat menyantap bibimbap: aroma minyak wijen yang wangi, kecrispan dan segar dari sayuran, daging yang bumbuannya lezat, serta rasa pedas gochujang yang menggigit.
Tidak heran, bibimbap kini menjadi daftar makanan yang harus dicoba saat berkunjung ke Korea Selatan, setara dengan tteokbokki, odeng, dan ayam goreng Korea. Bahkan, UNESCO pernah menjuluki Jeonju, kota kelahiran bibimbap, sebagai Kota Gastronomi Dunia karena kekayaan tradisi kuliner yang dimilikinya.
Sejarah Panjang Bibimbap: Dari Budaya Tradisional hingga Perkembangan Terkini
Bagi masyarakat Korea, bibimbap bukan sekadar hidangan nasi campur biasa. Makanan ini telah dikenal selama ratusan tahun dan memiliki makna mendalam. Terdapat beberapa cerita mengenai asal-usul bibimbap:
1. Petani Korea yang praktis
Dikatakan, para petani yang sibuk di sawah mencampurkan nasi dan lauk sesuai kebutuhan dalam satu piring agar lebih mudah dimakan saat beristirahat.
2. Upacara leluhur (Jesa)
Sisa makanan yang dipersembahkan kepada roh leluhur diaduk bersama agar tidak terbuang, menghasilkan kebiasaan menyantap bibimbap.
3. Masa Perang Jinyu (1592–1598)
Bibimbap dipilih karena proses penyajiannya sederhana dan cocok untuk dikonsumsi dalam kondisi darurat.
Dulunya, bibimbap dikenal dengan nama “goldongban” (nasi campur) dan “hwaban” (nasi bunga), yang menggambarkan penampilannya yang berwarna-warni seperti sebuah karya seni. Kota Jeonju kemudian menjadi simbol dari bibimbap sejak dua abad yang lalu, menyajikan resep tradisional dengan cita rasa autentik yang masih disukai hingga saat ini.
Filosofi di Balik Sekotak Bibimbap
Bibimbap bukan hanya tentang rasa. Beragam warna sayuran dan lauk di dalamnya menggambarkan konsep keseimbangan hidup yang dianut masyarakat Korea.
- Hijau dari sayuran seperti bayam atau mentimun: menggambarkan perkembangan dan kekuatan.
- Warna kuning dari telur atau labu: lambang keberuntungan.
- Merah dari gochujang: semangat dan kehidupan.
- Putih dari beras dan tauge: kebersihan.
- Hitam atau cokelat yang berasal dari jamur atau daging: kekuatan tanah.
Tidak heran, banyak para wisatawan menyebut bibimbap sebagai “makanan sehat sekaligus menarik” yang mencerminkan gaya hidup Korea.
Mau merasakan sensasi bibimbap tanpa perlu terbang ke Seoul atau Jeonju? Chef ternama Korea, Paik Jong Won, berbagi resep asli yang bisa dengan mudah dibuat di rumah.
Resep Bibimbap Asli karya Chef Paik Jong Won
Bahan-bahan:
- 1 piring nasi putih panas
- 100 gram daging sapi yang digiling/ dipotong tipis
- Wortel, mentimun, bayam, kacang hijau, jamur shiitake (direbus/digoreng)
- 1 butir telur dadar
- Minyak wijen secukupnya
- Bawang putih cincang
- Soy sauce, salt, and pepper
- 2 sendok makan gochujang (sesuai dengan tingkat kepedasan yang diinginkan)
- Biji wijen sangrai
Cara membuat:
- Goreng daging bersama bawang putih, kecap asin, garam, dan lada hingga matang.
- Siapkan bahan-bahan sayuran dengan cara dikukus atau digoreng secara ringan.
- Nasi panas disajikan dalam mangkuk besar.
- Atur daging dan sayuran di atas nasi secara rapi membentuk pola lingkaran yang berwarna-warni.
- Letakkan telur ayam di tengah.
- Tambahkan saus gochujang, lalu tambahkan sedikit minyak wijen.
- Taburi biji wijen sangrai.
- Aduk semua bahan secara merata sebelum disajikan
Hasilnya berupa hidangan yang memiliki rasa gurih, pedas, segar, dan harum.
Bibimbap di Zaman Kini: Makanan Populer yang Disukai Wisatawan
Sekarang, bibimbap bukan hanya sekadar hidangan tradisional, tetapi juga menjadi ikon kuliner Korea yang dikenal secara global. Restoran di Seoul hingga kafe-kafe modern di kawasan Hongdae sering memperkenalkan variasi bibimbap, mulai dari versi vegetarian hingga campuran dengan sentuhan barat.
Bagi para traveler milenial dan Gen Z, bibimbap bukan hanya sekadar hidangan, tetapi sebuah pengalaman. Makan bibimbap di Jeonju Hanok Village, misalnya, memberikan kesan klasik berkat arsitektur rumah tradisional Korea. Sementara di distrik Gangnam Seoul, bibimbap disajikan dengan tata saji modern yang cocok untuk diunggah di media sosial.
Bibimbap merupakan bukti bahwa masakan bisa menjadi cermin dari budaya. Mulai dari tradisi leluhur hingga perkembangan kuliner terkini, bibimbap tetap bertahan sebagai simbol kuliner Korea.
Oleh karena itu, ketika merencanakan liburan ke Korea Selatan, jangan hanya mencari tempat-tempat populer untuk foto K-pop atau drama, tetapi juga jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi dunia kuliner dengan semangkuk bibimbap hangat yang penuh kisah dan makna.***