–Detoks digital yang sesuai dengan generasi Z kini menjadi isu yang mendapat perhatian besar di masa di mana media sosial tampaknya tidak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari.
Segera setelah bangun, langsung memeriksa notifikasi, dan sebelum tidur masih terus menggulir TikTok atau Instagram, layar tampak tak pernah lepas dari tangan.
Pola ini memang terlihat biasa, namun berbagai studi mengungkapkan bahwa paparan digital yang berlebihan dapat menyebabkan stres, kecemasan, gangguan tidur, hingga kelelahan mental.
Tidak mengherankan jika tren penghindaran digital semakin diminati, terutama di kalangan generasi muda.
Data terkini menunjukkan bahwa 64% orang mencoba untuk berhenti menggunakan media sosial sebagai bagian dari upaya detox digital, meskipun 51% dari mereka akhirnya kembali terjebak dalam kebiasaan menggulung layar.
Menariknya, sekitar 46% generasi Z kini secara aktif mengatur durasi penggunaan layar mereka. Bahkan, pencarian di Google untuk kata kunci seperti “digital detox vision board” meningkat 273% dan “digital detox ideas” naik 72% sepanjang tahun 2025.
Nomor ini menunjukkan bahwa mindfulness dan digital detox bukan hanya tren sementara, tetapi menjadi kebutuhan baru yang berkembang dari kesadaran bersama.
Kemudian, mengapa detox digital bisa menjadi metode yang sesuai dengan Gen Z untuk hidup lebih sadar dan bebas dari tekanan?
Perhatikan penjelasan berikut ini yang diambil dari Cecilia Health dan Medical News Today.
Mengapa Digital Detox Penting Di Era Sekarang?
Kehidupan digital pada tahun 2025 telah menjadi jauh lebih padat dibanding sepuluh tahun yang lalu.
Dari rumah pintar, pelacak kesehatan yang bisa dipakai, pengingat rapat berbasis AI, hingga notifikasi dari aplikasi belanja atau bahkan kulkas cerdas membuat kita benar-benar tidak pernah benar-benar “offline.”
Segala kemudahan ini memang memberikan efisiensi, namun di sisi lain, otak kita terus-menerus dihadapkan pada stimulasi digital yang tak pernah berhenti.
Akibatnya, banyak orang mengalami kelelahan mental, penurunan kemampuan fokus, hingga meningkatnya rasa stres dan kecemasan.
Sangat memprihatinkan, dampaknya juga menyebar ke kesehatan jiwa.
Penelitian terbaru menunjukkan hubungan antara keterhubungan digital yang terus-menerus dengan peningkatan kasus depresi, kecemasan, dan gangguan tidur.
Sosial media semakin memperparah budaya perbandingan yang melelahkan.
Terlebih lagi di masa di mana AI mampu menghasilkan konten yang sangat menyerupai kenyataan, hingga sulit dibbedakan dari dunia nyata.
Tidak mengherankan jika banyak pemuda merasa terjebak dalam standar kehidupan yang sulit diraih, sehingga rentan mengalami rasa percaya diri yang rendah dan kesulitan dalam bersosialisasi.
Di tengah situasi ini, detox digital muncul sebagai tindakan sederhana namun relevan untuk memulihkan keseimbangan.
Berikut beberapa keuntungan yang dapat diperoleh jika Gen Z berani meluangkan waktu dari dunia digital:
1. Mengurangi Tekanan, Kesedihan, dan Kekhawatiran
Pembersihan digital terbukti efektif dalam mengurangi tingkat stres serta gejala depresi.
Sebuah penelitian pada tahun 2024 menemukan bahwa membatasi penggunaan media sosial bisa mengurangi perasaan cemas berlebih, sekaligus memberikan kesempatan untuk beristirahat secara mental.
Meskipun kepuasan hidup sering dipengaruhi oleh faktor luar, banyak peserta penelitian mengungkapkan bahwa mereka merasa lebih ringan secara emosional setelah mengurangi durasi penggunaan layar.
2. Tidur Lebih Nyenyak
Tampilan layar sebelum tidur diketahui mengganggu pengeluaran melatonin, hormon yang mengatur pola tidur.
Pada penelitian tahun 2023, membatasi penggunaan media sosial hanya selama 30 menit sehari dalam jangka dua minggu terbukti mampu meningkatkan kualitas tidur para peserta.
Menariknya, dampak positif ini tetap terlihat dua minggu setelah program berakhir, menunjukkan bahwa kebiasaan kecil mampu menghasilkan pengaruh yang bertahan lama.
3. Meningkatkan Kemandirian dan Pengaturan Diri
Setiap pemberitahuan membuat otak kita terbiasa mencari stimulasi yang bisa diperoleh secara cepat.
Detoks digital berperan dalam melatih kembali kemampuan untuk menunda kepuasan, mengelola perasaan, serta meningkatkan kesadaran terhadap prioritas.
Bagi generasi Z yang besar di tengah budaya kepuasan instan, latihan ini sangat penting agar tidak mudah terganggu oleh dunia digital.
4. Mencegah “Digital Dementia”
Istilah “digital dementia” menggambarkan gangguan daya ingat dan kurangnya konsentrasi yang disebabkan oleh penggunaan berlebihan alat digital.
Dengan memberikan jeda bagi otak untuk “menghirup napas”, detox digital dapat membantu menjaga fungsi kognitif tetap dalam kondisi terbaik.
Ini bukan hanya tentang mengurangi kesalahan kecil, tetapi juga menjaga kemampuan konsentrasi dan kemampuan berpikir kritis.
5. Membuka Kesempatan untuk Interaksi Langsung
Meskipun dunia online terlihat selalu penuh, banyak orang justru merasa sendirian setelah menghabiskan berjam-jam memperbarui layar.
Detoks digital mendorong kita untuk kembali berinteraksi langsung, yang lebih bermakna dan penuh emosi.
Sebuah peninjauan pada tahun 2024 menyatakan bahwa detoks digital mampu meningkatkan partisipasi sosial dalam kehidupan nyata, yang pada akhirnya memperkuat rasa kepemilikan dan dukungan emosional.
6. Meningkatkan Kebahagiaan Hidup Secara Keseluruhan
Generasi Z adalah kelompok yang paling akrab dengan layar, namun juga mulai menyadari kepentingan dari keseimbangan.
Dengan mengurangi penggunaan digital, banyak orang merasa lebih bahagia dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari menikmati hobi sederhana hingga meningkatkan konsentrasi dalam belajar atau bekerja.
Tidak mengherankan jika tren pencarian seperti “digital detox vision board” meningkat sebesar 273% pada tahun 2025.
Ini menunjukkan bahwa semakin banyak pemuda yang ingin mengarahkan kehidupannya menuju masa sekarang (present/now).
Tantangan yang Akan Dihadapi Saat Melakukan Detoks Digital
Meski terdengar menjanjikan, menjalani istirahat dari digital tidak selalu mudah.
Banyak orang merasakan kecemasan akan melewatkan sesuatu (FOMO) atau perasaan ketinggalan informasi ketika tidak aktif dalam dunia digital.
Notifikasi yang biasanya menjadi teman sehari-hari tiba-tiba menghilang, menyebabkan beberapa orang merasa kesepian atau bahkan cemas.
Selain itu, terdapat kecenderungan untuk “menggantikan” satu layar dengan layar lain.
Misalnya, ketika seseorang tidak membuka media sosial di ponselnya, waktunya justru terbuang di depan…ponsel lain. Keadaan ini dapat mengurangi manfaat dari detox yang seharusnya dirasakan.
Banyak orang merasa kesepian karena interaksi melalui media digital menurun, sementara kesempatan untuk bertemu secara langsung tidak selalu bisa diakses.
Bahkan, ada yang merasa cemas jika dalam keadaan darurat, orang-orang terdekat kesulitan menghubungi mereka.
Namun, penelitian terbaru pada tahun 2025 menekankan bahwa tantangan ini biasanya bersifat sementara. Seiring berjalannya waktu, tubuh dan pikiran akan menyesuaikan diri dengan ritme yang lebih baik dan sehat.
Akhir Kata
Di tengah arus digital yang sangat deras dan hampir tidak memberi kesempatan untuk berhenti sejenak, digital detox bukan berarti “memutus total” – apakah pacar saja? – dari teknologi.
Hanya memberikan tubuh dan pikiran kesempatan untuk menghirup napas.
Meskipun tantangannya nyata—mulai dari perasaan ketinggalan hingga takut kehilangan komunikasi—setiap langkah kecil menuju keseimbangan digital tetap memiliki makna.
Harus diingat, detoks bukanlah kompetisi siapa yang bisa lebih lama tanpa layar, melainkan proses mencari ritme yang baik untuk diri sendiri.
Jika sehari tanpa media sosial terasa sulit, coba mulai dengan satu jam penuh berada di dunia nyata tanpa gangguan.
Perlahan, otak akan belajar menikmati kembali ketenangan, fokus, dan komunikasi yang lebih jujur.
Tidak ada satu aturan atau metode yang benar yang cocok untuk semua orang.
Hal utama ialah menyadari batasan diri, memberikan waktu untuk beristirahat, serta menciptakan hubungan yang lebih baik dengan teknologi.