Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu (27/9) menghasilkan dualisme kepemimpinan. Sebab, dua kubu saling mengklaim kemenangan sebagai ketua umum terpilih periode 2025-2030.
Di satu sisi, Muhamad Mardiono mengklaim dirinya terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum, sementara di sisi lain forum muktamar memilih Agus Suparmanto. Kondisi ini dinilai berpotensi menimbulkan keretakan serius di tubuh partai berlambang Ka’bah tersebut.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menegaskan dualisme kepemimpinan dalam partai politik akan selalu menjadi hambatan besar bagi soliditas organisasi. Terlebih, PPP mempunyai pekerja rumah (PR) besar untuk kembali melenggang ke parlemen pada Pemilu 2029.
“Dimanapun dualisme itu tak kondusif untuk soliditas partai. Apalagi PPP di Pemilu 2024 lalu tak lolos parlemen, tentu ini bisa menghambat konsolidasi internal mereka,” kata Adi kepada , Minggu (28/9).
Menurutnya, jika dualisme ini tidak segera diredam, maka peluang PPP untuk bangkit menuju Pemilu 2029 akan semakin tipis. Adi menekankan perlunya langkah damai dan rekonsiliasi di internal partai agar tidak terjadi perpecahan yang lebih dalam.
“Harus ada upaya mendamaikan kedua belah pihak sebelum konflik dualismenya merembet ke mana-mana. Terutama figur senior dan berpengaruh di PPP harus cari jalan keluarnya yang terbaik,” ujarnya.
Adi menegaskan, tokoh-tokoh senior PPP memiliki peran sentral dalam meredakan konflik. Kehadiran mereka diyakini bisa menjembatani komunikasi dan menyatukan dua kubu yang kini bersaing memperebutkan kursi ketua umum.
“Hanya dengan cara ini PPP bisa solid kembali. Jika tidak, tentu menghadapi Pemilu 2029 bisa berat,” urainya.
Lebih jauh, Adi mengingatkan sejarah panjang PPP memang kerap diwarnai konflik internal. Pola berulang ini sering kali merugikan partai dalam kontestasi politik nasional.
“PPP relatif sering terjadi konflik yang dalam banyak hal tak menguntungkan untuk soliditas internal,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, kondisi internal PPP memanas. Muktamar X yang berlangsung di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara sejatinya dijadwalkan sampai Senin (29/9) mendadak tuntas sehari. Hasilnya ada dua kubu saling klaim menjadi ketua umum PPP, yaitu Mardiono dan Agus Suparmanto.
Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara yang memimpin sidang Muktamar X di Ancol, menegaskan hasil Muktamar X menyatakan bahwa ketua umum terpilih secara aklamasi adalah Mardiono.
Amir Uskara mengatakan, dirinya membacakan tata tertib (tatib) pemilihan ketua umum pada Muktamar X. Adapun tatib Muktamar X berdasarkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) hasil Muktamar IX 2020 di Makassar. AD/ART menetapkan bahwa calon ketua umum harus menjadi pengurus harian DPP selama lima tahun atau satu periode atau ketua DPW minimal satu periode.
“Karena terkunci di situ, tadi malam pasal 11 saya bacakan bahwa pemilihan harus dihadiri peserta muktamar,” ujar Amir Uskara kepada saat ditemui di kediaman Mardiono di bilangan Permata Hijau, Jakarta Selatan, Minggu (28/9).
Dia menuding pihak dari Romahurmuziy yang mengusung Agus Suparmanto berada di dalam arena muktamar. Hanya saja mereka tidak setuju Mardiono dipilih lagi dan memaksakan Agus Suparmanto menjadi ketua umum. “Tidak pernah terjadi di PPP orang luar partai bisa jadi ketum,” tegasnya.
Lebih jauh Amir Uskara mengatakan, karena pemilihan sudah selesai maka Muktamar ditutup. Namun, setelah ditutup Muktamar dilanjutkan oleh kubu Romahurmuziy.
Ke depan, imbuh mantan anggota DPR itu, secara administrasi hasil Muktamar X akan diselesaikan ke pemerintah dengan mendaftarkan ke Kementerian Hukum. Dia menyadari Agus Suparmanto tidak diam dan melakukan perlawan terhadap hasil muktamar Sabtu (27/9). “Perlawan itu akan kami hadapi,” pungkasnya.














