Penutupan Pemerintah AS yang Terparah dalam Sejarah
Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengalami penutupan atau shutdown sejak Rabu, 1 Oktober 2025. Kondisi ini terjadi akibat kebuntuan antara Partai Demokrat dan Partai Republik yang gagal menyepakati RUU Pendanaan Pemerintah Jangka Pendek. Menurut Kantor Anggaran Kongres (CBO), penghentian pendanaan tersebut dapat membuat sekitar 750.000 pegawai federal dirumahkan. Akibatnya, potensi kehilangan upah mencapai USD 400 juta per hari.
Meski sebelumnya AS sudah pernah mengalami sejumlah penutupan pemerintahan, kali ini kondisinya berbeda. Gedung Putih bahkan telah menginstruksikan lembaga-lembaga federal untuk bersiap menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Hal ini tertuang dalam memo Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) pada 24 September lalu.
“Dirumahkan berarti diberhentikan sementara tanpa bayaran. Kondisinya mirip dengan masa pandemi, ketika banyak orang cuti tanpa gaji,” jelas Scott Lucas, profesor politik AS dan internasional di Clinton Institute, University College Dublin.
Lucas menambahkan, kali ini para pekerja tidak hanya kehilangan gaji, tetapi juga tidak ada dukungan federal yang menutupinya. Shutdown bukan hal baru bagi AS. Pada akhir 2018, di masa jabatan pertama Donald Trump, penutupan sebagian pemerintahan berlangsung hingga 35 hari, terpanjang dalam sejarah modern.
Saat itu, sembilan departemen federal terdampak, termasuk pertanian, perdagangan, keamanan dalam negeri, dan perbendaharaan negara. Lucas menuturkan, kondisi tersebut membuat banyak orang terpaksa meminjam uang atau bergantung pada keluarga, teman, hingga bank makanan. “Tidak ada jaring pengaman yang nyata. Inilah dampak langsung terhadap masyarakat,” ujarnya.
Layanan Penting Tetap Berjalan
Selama penutupan saat ini, beberapa layanan penting tetap berjalan. Badan Jaminan Sosial, Medicare, dan Medicaid akan terus beroperasi karena menggunakan dana wajib, meski sebagian staf dirumahkan. FBI, CIA, Penjaga Pantai, hingga badan penegak hukum federal juga tetap bekerja, tetapi gaji mereka tertunda hingga shutdown berakhir.
Layanan Pos AS tidak terdampak karena pendapatannya berasal dari biaya layanan, bukan pajak. Sementara Layanan Pendapatan Internal (IRS) hanya beroperasi penuh pada lima hari pertama penutupan. Kondisi ini diperparah karena lembaga tersebut sudah kehilangan seperempat staf akibat PHK era Trump.
Di sektor transportasi, lebih dari 13.000 pengatur lalu lintas udara akan tetap bertugas tanpa gaji, begitu juga sebagian besar petugas Badan Keamanan Transportasi (TSA). Pengadilan federal diperkirakan hanya bisa bertahan hingga Jumat, berbeda dengan shutdown sebelumnya yang masih bisa beroperasi hingga lima minggu.
Militer dan Departemen Kehakiman Tetap Beroperasi
Militer AS, termasuk dua juta personel aktif dan pasukan Garda Nasional, tetap bertugas meski tanpa bayaran. Trump bahkan telah memerintahkan agar Departemen Pertahanan diganti namanya menjadi “Departemen Perang”, meski masih harus mendapat persetujuan Kongres.
Di sisi lain, sebagian besar staf Departemen Kehakiman yang menangani pengadilan imigrasi tetap bekerja, sejalan dengan penegasan Trump bahwa imigrasi ilegal adalah “darurat nasional”. Patroli perbatasan, agen imigrasi, dan petugas bea cukai juga tetap aktif.
Dampak pada Lembaga-Lembaga Lain
Sementara itu, Badan Usaha Kecil akan merumahkan 24 persen pegawainya, sedangkan Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA) akan melepas sekitar 4.000 staf. Meski begitu, FEMA masih memiliki cadangan dana bantuan bencana sekitar USD 2,3 miliar untuk menangani keadaan darurat.
Departemen Keamanan Dalam Negeri menegaskan, pemungutan tarif bea cukai serta layanan penting dari Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS tetap berjalan. Dengan begitu, sejumlah operasi vital masih dapat dilanjutkan meski pemerintahan dalam kondisi shutdown.














