Gonjang Ganjing Pilrek Kampus Berhembus Sepoi; Peminat Pasang Strategi dengan Retorika “Accismus”

Slidik .com
Pasang

Dinamika Pemilihan Rektor di Kampus

Walaupun rencana pergulatan untuk memperebutkan posisi Rektor masih dalam tahap awal, namun perbincangan yang berkembang sudah sangat dinamis. Mulai dari cara bisik-bisik hingga undang-undang dalam berbagai versi, hingga grup WhatsApp kecil mulai terbentuk. Semua ini menunjukkan bahwa para peminat sudah mulai bersiap menghadapi proses pemilihan.

Dalam sebuah diskusi ringan, beberapa peminat kini telah mempersiapkan diri dengan caranya masing-masing. Ada yang terlihat sangat getol, ada yang setengah memaksakan diri, hingga ada yang pura-pura tidak mau. Diversitas tampilan ini dilakoni karena meyakini cara ini adalah yang terbaik.

Beberapa pengamat internal secara terbuka menyebutkan, jika ada peminat yang memang terkesan sangat galau karena khawatir jika posisi itu tidak dia rebut. Pola-pola mereka dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), istilah yang pernah dipopulerkan oleh Megawati Soekarnoputri. Bahkan apapun dilakukan dengan satu tujuan.

Ada peminat (bakal-bakal calon) menjauhi koleganya yang berpotensi mengurangi rasa simpati para pendukung. Kolega yang dianggap tak ada manfaat, harus ditinggal. Dan mendekati orang-orang yang selama ini tak biasanya terus dibangun demi memantik rasa simpati. Pola ini sejalan dengan faksionalisme dan afiliatif di setiap menjelang dan pasca pemilihan rektor. Hal biasa tentunya.

Baca Juga....!!!  MPR Perhatikan Fenomena Politik Era Digital

Kesibukan mempersiapkan diri, dibungkus sedemikian rupa sehingga para peminat tampak seolah tak berminat, yang sesungguhnya adalah peminat keras. Ada pula yang telah menyusun rencana-rencana tertentu. Mulai dari yang sangat halus hingga yang terang benderang.

Para peminat pun sibuk mencari kisi-kisi penguatan diri melalui organisasi yang dianggap dapat menjadi jembatan dan pendongkark minat menjadi kenyataan. Menyebut nama organisasi dan nama partai, juga ikut meramaikan diskusi afiliasi para peminat. Ada yang mengaku dengan petinggi ormas, ketua partai, sekjen partai, dan tokoh dalam partai yang menduduki jabatan Menteri dan dekat dengan kekuasaan di tingkat pusat.

Di saat Partai A masih berkuasa misalnya, para peminat mencari kisi untuk menembus ke Sekjen Partai, sebut internal kampus. Namun seiring dengan hilangnya kekuatan partai, sang peminat ikut banting stir dengan melakukan desain-desain baru demi sebuah cita-cita ke posisi rektor.

“KOLEGA” DAN “MUSUH”

Kampus sebagai miniatur politik praktis, kolega dan musuh dalam tanda petik juga ada. Seperti hal yang ada di luar kampus. Kolega bisa berubah menjadi musuh karena dianggap bisa mengurangi simpati jika mempertahankan hubungan. Musuh bisa dirangkul jika dianggap membuka tambahan simpati dari warga kampus.

Baca Juga....!!!  Musker MWC NU Wanasari Rencanakan Kegiatan Penguatan Aswaja untuk Komunitas Pelajar di Pesantren Ramadhan 

Jadi abadi dalam kampus itu juga tidak ada. Jikapun seolah kalangan kampus sibuk mengajar dan menjalankan kegiatan tri darma, sesungguhnya itu pandangan tidak keliru tapi tak semua benar. Para peminat bahkan tri darma tidak jadi keutamaan karena tergeser oleh rasa minat meraih cita-cita.

Terlihat memang seolah tak butuh itu, namun bungkusan yang digunakan tak disadari telah bocor halus hingga bau hasrat dengan mudah berhembus kencang ke seantero. Terlihat ingin menutup gelora mau, namun orang tak paham pun bisa membaca. Siapa yang “paling sangat” berkeinginan hingga yang keinginannya sekadar hasrat yang datar-datar.

Warga kampus pun bisa membaca kegelisahan dan kegundahan “kalau-kalau” cita itu tak kesampaian. Manuver pun tiada hari tanpa cara-cara, walau dengan “varian menu” yang bermacam-macam. Tak ingin dibaca hasrat besarnya, terkesan sibuk pun selalu ditonjolkan secara visual. Namun gelora sukma tak ada connect dengan jalannya kilometer.

Dalam istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles dan Cicero adalah Accismus. Suatu terminologi yang dianggap sebagai istilah dalam linguistik bahasa Yunani untuk menggambarkan sifat tersebut (berpura-pura). Tidak jelas kapan istilah itu mulai muncul. Namun di Indonesia pun sangat populer, istilah Accismus sama dengan “Maldok” alias malu-maku doko.

Baca Juga....!!!  Presiden Prabowo Bertolak Ke Amerika Serikat Siap Hadiri Sidang Umum PBB ke-80

Accismus menggambarkan para peminat yang menutup rapat yang seolah-olah. Tujuannya mencari simpati dan validasi agar merasa berharga dan istimewa. Diajak makan mengaku kenyang. Ditawari alphard berpura-pura ingin naik mobil Avanza. Katanya, kan sama-sama merek Toyota.

Jelang Pilrek pun demikian adanya. Membuang kesan “nafsuh” yang sesungguhnya itu menjadi tujuan. Perbincangan ini pun semakin hangat di dalam kampus, karena semua peminat berusaha menonjolkan retorika Accismus. Walau warga kampus sesungguhnya telah memahami.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *