Hilman Latief, Dirjen PHU Kemenag Diperiksa KPK Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji Tambahan
Jakarta – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, akhirnya buka suara setelah menjalani pemeriksaan maraton selama 11,5 jam di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengenakan kemeja batik, Hilman keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (18/9/2025) malam.
Kepada wartawan, Hilman mengaku dicecar oleh penyidik seputar dasar aturan dan regulasi terkait penyelenggaraan ibadah haji. “Saya pendalaman regulasi-regulasi. Regulasi-regulasi yang ada dalam proses haji,” kata Hilman singkat.
Fokus Pemeriksaan pada Kuota Haji Tambahan
Hilman mengonfirmasi bahwa salah satu topik utama yang digali penyidik adalah proses pembagian kuota haji tambahan yang diduga menjadi inti kasus korupsi ini. Ia mengklaim telah memberikan keterangan lengkap kepada penyidik, mulai dari tahap awal hingga proses keberangkatan jemaah. “Itu sudah disampaikan ke mereka semua ya. Proses yang dilalui, tahapan-tahapan yang dilakukan sampai keberangkatan,” jelasnya.
Pemeriksaan yang dimulai pukul 10.22 WIB dan baru selesai pukul 21.53 WIB ini menunjukkan betapa seriusnya materi yang didalami oleh KPK.
Pembagian Kuota yang Diduga Menyalahi Aturan
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari penambahan kuota haji sebanyak 20.000 untuk tahun 2024, yang merupakan hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud pada tahun 2023.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota haji seharusnya 92% untuk kuota reguler dan 8% untuk kuota khusus. Asep menegaskan bahwa pembagian ini didasarkan pada proporsi pendaftar, di mana mayoritas mendaftar melalui kuota reguler.
“Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (5/8/2025).
Dengan kuota tambahan 20.000, seharusnya alokasinya adalah 18.400 untuk kuota reguler dan 1.600 untuk kuota haji khusus. Namun, Asep mengungkapkan adanya penyimpangan. “Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkapnya.
Perubahan pembagian ini, dari seharusnya 92:8 menjadi 50:50, disebut Asep sebagai pelanggaran hukum. “Kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada,” tambahnya.
Dampak Dugaan Penyimpangan
Penyimpangan ini diduga menguntungkan agen travel haji. Asep menjelaskan bahwa biaya haji khusus yang jauh lebih tinggi membuat tingginya pendapatan bagi travel yang mendapatkan jatah kuota khusus. Kuota ini kemudian “dibagi-bagi” kepada berbagai travel, dengan porsi yang lebih besar diberikan kepada travel yang tergabung dalam asosiasi besar.