Keputusan Bupati Garut Soal Pembebastugasan Korwil Pendidikan Dipertanyakan

Kritik terhadap Keputusan Bupati Garut Terkait Korwil Pendidikan
Koordinator Pemerhati Tata Kelola Anggaran (Pakta Petaka), Ridwan Arief, menilai bahwa keputusan Bupati Garut yang berencana membebastugaskan Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan perlu dipertimbangkan dengan lebih hati-hati. Menurutnya, kebijakan tersebut seharusnya tidak hanya didasarkan pada aduan masyarakat yang validitasnya masih dipertanyakan, tetapi harus memiliki dasar regulasi yang jelas.

Ridwan mengingatkan pentingnya merujuk pada Peraturan Bupati Garut Nomor 42 Tahun 2018, yang mengatur pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Korwil Kecamatan Bidang Pendidikan. Ia menegaskan bahwa kebijakan tanpa dasar yang jelas dapat menimbulkan masalah baru dan merugikan sektor pendidikan di Kabupaten Garut.

Read More

“Keputusan Bupati yang hanya mengandalkan aduan masyarakat, yang keabsahannya masih perlu dipertanyakan, jelas sangat berisiko. Langkah ini seharusnya tidak dilakukan gegabah, terutama mengingat posisi Korwil Pendidikan yang sangat strategis dalam sistem pendidikan Garut,” ujarnya.

Masalah Pungutan Liar dan Kebocoran Anggaran
Dalam laporan temuan lapangan, Ridwan menyebutkan adanya dugaan pungutan liar yang sering dikaitkan dengan Korwil Pendidikan. Namun, ia menilai praktik tersebut muncul karena ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan Perbup No. 42 Tahun 2018, khususnya dalam hal pembiayaan Korwil.

“Pungutan yang dilakukan Korwil bukan murni berasal dari inisiatif pribadi, melainkan ada indikasi bahwa praktik tersebut didorong oleh pihak yang lebih tinggi. Ini tentu sangat merugikan dan mencoreng citra Korwil,” katanya.

Selain itu, investigasi Pakta Petaka juga menemukan kebocoran anggaran yang signifikan, yang terpusat pada pengawas sekolah. Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) menjadi pusat konsolidasi pengeluaran yang tidak efisien.

“Dalam pengadaan soal ujian sekolah, misalnya, harga yang dibayarkan oleh pihak sekolah jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang ditarik oleh pihak ketiga. Dalam beberapa kasus, selisih harganya mencapai Rp14.000 per siswa,” jelas Ridwan.

Dengan jumlah siswa sekitar 270.000 orang di Kabupaten Garut, potensi penyalahgunaan anggaran bisa mencapai Rp3,7 miliar setiap periode ujian. Ridwan menjelaskan bahwa praktik ini tidak hanya terjadi sekali, melainkan secara sistemik dan terstruktur, bahkan terjadi berulang setiap enam bulan menjelang ujian sekolah.

Dugaan Kepentingan Politik di Balik Kebijakan Bupati
Ridwan menyampaikan kekhawatiran terhadap keputusan Bupati Garut yang fokus pada pembebastugasan Korwil Pendidikan. Ia menduga adanya kemungkinan kepentingan politik tertentu yang ingin memperkuat posisi pengawas di tingkat kecamatan.

Ia juga meragukan objektivitas rekomendasi yang diberikan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Garut terkait evaluasi Korwil, yang dinilai berpotensi multitafsir.

“Kami menduga ada aliran dana yang mengalir ke tubuh PGRI, yang menyebabkan rekomendasi tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kepentingan guru dan siswa,” tegas Ridwan.

PGRI Garut, menurut Ridwan, kini dinilai tidak lagi sehat karena sebagian besar pengurusnya sudah tidak berprofesi sebagai guru aktif. Oleh karena itu, Pakta Petaka mendesak agar Bupati Garut lebih berhati-hati dan komprehensif dalam mengambil kebijakan yang menyangkut sektor pendidikan.

Jangan sampai keputusan tersebut justru melemahkan fungsi Korwil Pendidikan dan membiarkan praktik penyalahgunaan anggaran yang lebih besar di tubuh pengawas dan PGRI.

Mendorong Pemeriksaan Terhadap Pengawas Sekolah
Ridwan juga menyarankan agar aparat penegak hukum (APH) segera memeriksa seluruh pengawas sekolah di Kabupaten Garut. Ia percaya bahwa jika isu ini tidak segera diselesaikan, maka sektor pendidikan Garut akan terus terjerat dalam praktik-praktik yang merugikan.

Meski begitu, Ridwan dan Pakta Petaka menekankan bahwa evaluasi terhadap Korwil Pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih objektif, transparan, dan berbasis pada regulasi yang kuat.

Kebijakan yang diambil harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan mendasarkan keputusan pada bukti yang valid, bukan sekadar atas dasar tudingan yang belum terbukti.

Bagi Ridwan, pembenahan sektor pendidikan Garut hanya akan terwujud jika kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan publik dan tidak terkontaminasi oleh kepentingan kelompok tertentu.

“Pendidikan adalah fondasi masa depan kita. Jangan sampai keputusan yang diambil justru menghancurkan sistem pendidikan yang telah dibangun dengan susah payah,” tandas Ridwan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *