Gizi Gratis: Benteng Masa Depan

Hikmat Zakky Almubaroq, seorang Kolonel Tek. dengan gelar Dr. Ir., juga memiliki latar belakang pendidikan S.Pd. dan M.Si.

  • Akademisi dan praktisi pertahanan
  • Ketua Program Studi S2 Kelas Internasional Manajemen Pertahanan pada Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan RI (Unhan RI).

Profil Singkat:

Lulusan: Akademi Angkatan Udara (1994)

Gelar Akademik: Lulusan doktoral dari UPI.

Jabatan Sebelumnya: Kepala Subdirektorat yang bertugas melakukan pengkajian internasional di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.

Read More

Keterlibatan Nasional: Sempat tergabung dalam Tim Kajian Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2018.

Kiprah Internasional: Aktif berpartisipasi dalam berbagai forum, termasuk ASEAN Defence Senior Official Meeting (ADSOM), High Level Committee Malaysia-Indonesia (HLC MALINDO), dan forum-forum lainnya.

Aktif sebagai Pembicara: Di berbagai perguruan tinggi, misalnya Telkom University, Universitas Mercu Buana, President University, dan Universitas Pendidikan Indonesia.

Dia terkenal atas sumbangsihnya di bidang manajemen pertahanan, geopolitik, dan pendidikan strategis. Selain itu, ia juga produktif menulis dan menjadi pembicara di berbagai forum, baik di dalam maupun luar negeri.

Perdebatan soal alokasi anggaran ratusan triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi salah satu isu panas di ruang publik.

Kritik keras muncul, menuduh kebijakan ini sebagai proyek populis semata, bahkan disebut sekadar alat pencitraan politik. Kekhawatiran itu wajar, terlebih jika pelaksanaannya kelak tidak transparan, rawan inefisiensi, dan sarat kepentingan elektoral.

Namun, di tengah riuh kritik tersebut, ada pertanyaan yang sering terlewat: Apakah program pemberian makanan bergizi cuma upaya membangun citra, atau sebenarnya merupakan taktik berjangka panjang dalam pengelolaan pertahanan negara?

Gizi sebagai Fondasi Pertahanan

Sehebat apa pun kurikulum, secanggih apa pun alutsista, dan semegah apa pun pangkalan militer, semuanya akan rapuh jika generasi penerus tumbuh dengan gizi buruk.

Anak yang kekurangan gizi bukan hanya gagal menyerap ilmu, tetapi juga tumbuh menjadi sumber daya manusia yang lemah, baik secara fisik maupun kognitif.

Dalam jangka panjang, ini berarti Indonesia kehilangan cadangan kekuatan nasional, baik di ranah sipil maupun militer.

Riset internasional telah lama menegaskan hal ini. Sebuah studi di Nature (2023) menunjukkan bahwa intervensi gizi pada anak usia dini mampu meningkatkan skor perkembangan kognitif secara signifikan. UNICEF (2023) mencatat bahwa anak sekolah yang mengalami kekurangan gizi lebih sering absen, prestasinya rendah, dan produktivitasnya berkurang ketika dewasa. Sementara itu, Nutrition Reviews (2014) menegaskan bahwa defisiensi zat besi dan yodium berhubungan langsung dengan turunnya konsentrasi, daya ingat, dan performa akademik.

Dengan kata lain, pendidikan tanpa gizi ibarat mesin tempur tanpa bahan bakar, tidak akan pernah berfungsi optimal, bahkan tidak berfungsi sama sekali.

MBG dalam Perspektif Manajemen Pertahanan

Dalam kerangka manajemen pertahanan, program MBG dapat dipandang sebagai bagian dari strategi non-military defense. Pertahanan tidak hanya bicara senjata, tank, atau jet tempur, melainkan juga tentang ketahanan manusia. Konsep Total Defense menegaskan bahwa rakyat adalah komponen pertahanan paling vital.

Bangsa yang generasi mudanya sehat, cerdas, dan memiliki IQ tinggi karena gizi yang baik akan memiliki modal strategis untuk membangun kekuatan riset, teknologi, dan industri pertahanan. Sebaliknya, jika generasi muda tumbuh dalam kekurangan gizi, bangsa ini hanya akan melahirkan generasi penonton dalam panggung ekonomi dan pertahanan global.

Dengan demikian, menghentikan MBG sama artinya dengan melemahkan lini pertahanan negara sejak dari akarnya. Program ini tidak bisa dilihat sebatas proyek sosial populis, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia, pondasi utama dari pertahanan nasional.

Yang Harus Dikoreksi: Tata Kelola, Bukan Programnya

Tentu saja, kritik terhadap risiko populisme, potensi korupsi, atau pemborosan anggaran adalah hal yang sah. Namun, kritik yang konstruktif semestinya diarahkan bukan untuk menghentikan program, melainkan untuk memperbaiki tata kelolanya.

Ada beberapa hal yang harus dijaga secara ketat:

Transparansi anggaran: publik harus tahu bagaimana dana dikelola dan disalurkan.

Kualitas menu: makanan harus memenuhi standar gizi seimbang, bukan sekadar mengenyangkan.

Pemenuhan mikronutrien: zat besi, yodium, zinc, dan omega-3 jauh lebih penting ketimbang hanya nasi, sayur, dan lauk seadanya.

Distribusi yang adil: jangan sampai daerah tertinggal justru luput dari perhatian.

Pengawasan publik: keterlibatan masyarakat sipil sangat penting agar program ini tidak dibajak untuk kepentingan politik jangka pendek.

Dengan koreksi pada aspek implementasi, MBG bisa menjadi investasi jangka panjang yang nyata bagi bangsa, bukan sekadar slogan di baliho.

Waspada terhadap Narasi Penghentian MBG

Masyarakat perlu berhati-hati terhadap wacana penghentian program MBG. Menghapus program ini sama saja dengan memangkas investasi paling strategis: kualitas otak dan daya saing generasi penerus bangsa. Kita boleh berbeda pandangan politik, tetapi soal gizi anak seharusnya menjadi konsensus nasional.

Apalagi Indonesia sedang menghadapi bonus demografi. Momentum ini hanya bisa dimenangkan bila generasi muda benar-benar sehat, cerdas, dan tangguh. Jika gagal, kita justru akan menghadapi demographic disaster, ledakan jumlah penduduk usia produktif yang tidak mampu bersaing di panggung global.

Dalam konteks ini, MBG bukanlah sekadar “program nasi kotak,” melainkan strategi manajemen pertahanan jangka panjang untuk memastikan bahwa generasi emas Indonesia bukan hanya slogan, tetapi kenyataan.

Penutup

Di era persaingan global, pertahanan negara tidak cukup hanya dengan senjata modern. Kita membutuhkan rakyat yang sehat, berdaya, dan cerdas. MBG, jika dikelola dengan benar, adalah pondasi dari manajemen pertahanan berbasis manusia: rakyat sebagai bagian dari benteng pertahanan negara.

Singkatnya, ketahanan Nasional dan Pertahanan Negara dimulai dari meja makan anak-anak kita.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *