Momentum Baru: Pengakuan Negara Palestina oleh Beberapa Negara Tingkatkan Harapan Solusi Dua Negara
Gelombang pengakuan terhadap Negara Palestina oleh beberapa negara, termasuk Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal, menandai babak baru dalam upaya mewujudkan perdamaian abadi antara Palestina dan Israel. Langkah ini diambil di tengah meningkatnya kekhawatiran dan frustrasi atas situasi kemanusiaan di Jalur Gaza dan sebagai upaya konkret untuk mendorong solusi dua negara yang selama ini menjadi harapan.
Keempat negara tersebut, yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Israel, kini bergabung dengan lebih dari 140 negara lainnya yang telah mengakui Negara Palestina berdasarkan wilayah yang diduduki Israel. Momentum ini diperkirakan akan berlanjut, dengan beberapa negara lain seperti Prancis, Luksemburg, Malta, Selandia Baru, dan Liechtenstein, yang diperkirakan akan segera menyusul.
Pengumuman resmi dari negara-negara tersebut diharapkan akan disampaikan pada konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan datang. Konferensi ini, yang dipimpin oleh Prancis dan Arab Saudi, bertujuan untuk menghidupkan kembali harapan yang mulai pudar akan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel.
Pernyataan Resmi dari Para Pemimpin Negara
Para pemimpin dari negara-negara yang mengakui Negara Palestina telah menyampaikan pernyataan resmi yang menegaskan komitmen mereka terhadap perdamaian dan solusi dua negara.
-
Inggris: Perdana Menteri Inggris menyatakan bahwa pengakuan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel. Beliau menekankan bahwa pengakuan ini bukanlah bentuk dukungan terhadap Hamas, dan Inggris akan terus memberikan sanksi kepada tokoh-tokoh senior Hamas. Pembebasan semua sandera Israel juga menjadi prioritas utama.
-
Kanada: Perdana Menteri Kanada melalui media sosial menegaskan pengakuan Kanada terhadap Negara Palestina dan menawarkan kemitraan dalam membangun masa depan yang damai. Beliau sebelumnya telah menyatakan niat Kanada untuk mengakui Negara Palestina di Majelis Umum PBB.
-
Australia: Perdana Menteri Australia menyatakan bahwa sudah saatnya bagi Australia untuk memberikan respons terhadap situasi yang terjadi. Beliau menegaskan bahwa Australia berkomitmen untuk mendukung solusi dua negara dan pengakuan ini mencerminkan komitmen jangka panjang Australia terhadap perdamaian dan keamanan abadi bagi rakyat Israel dan Palestina.
-
Portugal: Menteri Luar Negeri Portugal menegaskan bahwa pengakuan Negara Palestina bukanlah tindakan melawan Israel, melainkan dukungan terhadap perdamaian dan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Beliau menekankan pentingnya hubungan yang damai dan bermanfaat dengan kedua negara dan berharap Israel dapat memahami posisi Portugal.
Reaksi dari Palestina dan Israel
Kementerian Luar Negeri Palestina menyambut baik langkah negara-negara yang mengakui Palestina secara resmi. Kantor Presiden Otoritas Palestina (PA) menerima surat dari Perdana Menteri Inggris yang berisi pemberitahuan tentang keputusan Inggris untuk mengakui Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Palestina juga menyambut baik keputusan Australia untuk memperbarui referensi dalam dokumen dan komunikasi pemerintah untuk merujuk pada “Negara Palestina” dan bukan “Wilayah Palestina yang Diduduki”. Mereka memuji Portugal atas langkah yang berani dan konsisten dengan hukum internasional dan resolusi PBB.
Sebaliknya, Perdana Menteri Israel mengecam pengakuan tersebut dan menyebutnya sebagai hadiah untuk Hamas.
Sejarah dan Tantangan Solusi Dua Negara
Gagasan solusi dua negara untuk Israel dan Palestina berakar dari Resolusi Majelis Umum PBB pada tahun 1947. Resolusi ini muncul sebagai upaya untuk membagi wilayah bagi imigran Yahudi dan warga lokal Arab. Meskipun gagasan ini muncul sebelum berakhirnya mandat Inggris atas Palestina, solusi dua negara memudar setelah Israel mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi.
Mandat Inggris atas Palestina dikeluarkan oleh Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada tahun 1922, dengan tujuan mempersiapkan wilayah itu menuju kemerdekaan. Namun, sebelumnya muncul Deklarasi Balfour pada tahun 1917, yang menyatakan dukungan Inggris terhadap pendirian “tanah air nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina.
Konflik antara militan Zionis dan warga lokal Palestina semakin memuncak hingga menjelang berakhirnya mandat Inggris atas Palestina. LBB kemudian mengeluarkan resolusi yang membagi Palestina menjadi dua negara merdeka: satu negara Yahudi dan satu negara Arab, dengan Yerusalem dan Betlehem ditempatkan di bawah administrasi internasional.
Komunitas Yahudi menyetujui rencana ini, tetapi pihak Arab menolaknya karena dianggap tidak adil. Setelah memperoleh dukungan pemerintah Inggris untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina, militan Zionis mendeklarasikan pembentukan Negara Israel, yang memicu perang Arab-Israel pertama.
Perang berikutnya, termasuk Perang Enam Hari 1967, membuat Israel semakin memperluas kontrolnya dengan merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, Gaza, Sinai, dan Dataran Tinggi Golan. Meskipun Sinai dikembalikan ke Mesir pada tahun 1982, Tepi Barat dan Gaza tetap menjadi wilayah pendudukan Israel.
Berbagai upaya damai muncul, termasuk Kesepakatan Oslo 1993, yang mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan sah rakyat Palestina. Namun, proses perdamaian berulang kali terhenti karena aksi kekerasan, perbedaan status Yerusalem, masalah pengungsi Palestina, dan perluasan permukiman Israel.
Hingga kini, solusi dua negara masih menjadi kerangka utama yang diakui PBB dan komunitas internasional. Namun, jalannya semakin sulit karena fakta di lapangan, seperti perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, pendudukan Yerusalem Timur, dan blokade Jalur Gaza.
Pengakuan Negara Palestina oleh beberapa negara ini merupakan langkah penting dalam menghidupkan kembali harapan akan solusi dua negara. Namun, tantangan yang dihadapi masih sangat besar dan membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan abadi bagi rakyat Palestina dan Israel.