Mantan Kepala Desa Karanganom Ditahan karena Terlibat Korupsi Dana Hibah Pokmas
Mantan Kepala Desa Karanganom, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Sukar resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan ini dilakukan terkait kasus korupsi dana hibah Pokmas DPRD Jawa Timur periode 2019–2022. Sukar yang pernah berkuasa selama 34 tahun di desa tersebut kini menjadi tersangka dalam kasus ini.
Sukar pertama kali menjabat sebagai Kepala Desa Karanganom sejak tahun 1990 dan menjabat selama dua periode hingga tahun 2006. Setelah itu, posisinya digantikan oleh istrinya, Yuniarti, yang menjabat selama dua periode hingga 2018. Pada tahun 2018, Sukar kembali menjabat sebagai Kepala Desa dan akhirnya mengundurkan diri pada tahun 2024 setelah dicekal oleh KPK.
Pengunduran diri Sukar disebutkan sebagai bentuk keinginan untuk lebih fokus mengurus keluarga. Namun, ternyata pengunduran diri tersebut terjadi setelah namanya disebut sebagai salah satu dari 21 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK. Hal ini terkait dengan kasus hibah Pokmas yang merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim saat itu, Sahad Tua Simanjuntak.
Tersangka Lain yang Ditahan
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa selain Sukar, terdapat tiga tersangka lain yang juga ditahan. Mereka adalah Wawan Kristiawan (WK), pihak swasta dari Tulungagung; Hasanudin (HAS), pihak swasta dari Gresik; dan Jodi Pradana Putra (JPP), pihak swasta dari Blitar.
Satu tersangka lain, Ahmad Royan (AR) dari Tulungagung, tidak hadir dalam pemeriksaan dan meminta penjadwalan ulang karena alasan kesehatan. “Seharusnya ada lima tersangka, tapi AR berkirim surat ke KPK dan minta dijadwalkan ulang,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (2/10/2025).
Modus Korupsi dalam Kasus Hibah Pokmas
Asep menjelaskan bahwa dalam kasus ini, dana hibah Pokmas disalurkan bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat, melainkan berdasarkan pesanan dengan sistem ijon atau bayar di muka. Para calon penerima hibah harus menyerahkan sejumlah uang terlebih dahulu agar proposal mereka disetujui.
Hasil penyidikan, selain Sahat, KPK telah menetapkan total 21 tersangka, termasuk Ketua DPRD Jatim Kusnadi (KUS), dua wakil ketua yaitu Anwar Sadad (AS) dan Achmad Iskandar (AI), serta staf Anwar Sadad, Bagus Wahyudiono (BGS). Mereka disebut menerima uang ijon dari para pemberi hibah.
Dari sisi pemberi terdapat 17 orang, tiga di antaranya berasal dari Tulungagung yakni Sukar, Wawan, dan Royan. Peran Sukar, Wawan, dan Royan disebut sebagai koordinator lapangan (Korlap) pengelola hibah Pokmas di Tulungagung. Mereka yang mengurus proposal, menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), hingga laporan pertanggungjawaban (LPJ).
“Supaya proposal disetujui para korlap memberikan sejumlah uang kepada oknum anggota dewan. Di sinilah terjadi praktik penyuapan,” ujar Asep.
Pembagian Fee dan Penggunaan Dana Hibah
Agar terhindar dari status lelang, proyek dipecah menjadi paket-paket kecil bernilai Rp 200 juta. Untuk setiap paket, Korlap membayar Rp 30 hingga 40 juta kepada Kusnadi. Setelah itu ada pembagian fee Korlap mengambil 5–10 persen, Pengurus Pokmas mendapat 2,5 persen, dan admin proposal mendapat 2,5 persen.
Dengan demikian hanya sekitar 55 sampai 70 persen anggaran yang digunakan untuk proyek. Itupun masih dipotong lagi untuk keuntungan pelaksana proyek sekitar 10 hingga 15 persen. “Yang benar-benar dipakai untuk pembangunan hanya sekitar 40 persen,” kata Asep.