News  

KPK Ungkap Keterlibatan Mantan Mendes dengan La Nyalla dalam Kasus Korupsi Dana Hibah Jatim

Slidik .com
Pasang

Penyelidikan KPK Terhadap Kasus Dana Hibah Pokmas Jatim

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkapkan sejumlah nama tokoh nasional yang diduga memiliki keterkaitan dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) tahun anggaran 2019–2022. Nama-nama tersebut antara lain mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, serta Anggota DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Abdul Halim Iskandar pernah diperiksa dalam kasus ini karena jejak karier politiknya yang pernah menjadi Anggota DPRD Jatim. “Untuk mantan Menteri Desa, yang bersangkutan itu pernah menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Tentunya masih di lingkup waktu tersebut, sehingga kami juga membutuhkan informasi terkait dengan masalah pokir (pokok pikiran) ini, seperti itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis malam (2/10).

Asep menegaskan, posisi Abdul Halim di DPRD Jatim pada periode tersebut, menjadi salah satu alasan KPK menelusuri lebih dalam peran serta hubungannya dengan penyaluran dana hibah pokmas. KPK sempat memeriksa Abdul Halim Iskandar, pada Kamis 22 Agustus 2024 lalu. KPK menilai, keterangan Abdul Halim penting untuk membongkar konstruksi perkara yang menyeret banyak pihak, termasuk anggota legislatif di Provinsi Jatim.

Selain Abdul Halim, KPK juga menyinggung nama mantan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya, La Nyalla pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur, yang disebut-sebut menjadi salah satu pintu masuk distribusi dana hibah tersebut.

Baca Juga....!!!  Trump dan Netanyahu Sepakati Rencana Perdamaian Gaza

“Jadi, (dana hibah) ada yang dititipkan di beberapa SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Jadi, beberapa dinas itu dititipkan (dana hibah) makanya terhadap dinas-dinas tersebut kami memanggil kepala dinas maupun wakil kepala dinas dan juga beberapa pejabat struktural di dinas tersebut untuk mengonfirmasi terkait dengan penerimaan pokir dimaksud,” jelas Asep.

Fokus Penyelidikan KPK

Penyelidikan KPK saat ini difokuskan pada pemetaan aliran dana hibah yang diduga diselewengkan melalui berbagai jalur, termasuk lewat dinas-dinas di lingkungan Pemprov Jatim. KPK berkomitmen menelusuri seluruh pihak yang terlibat tanpa pandang bulu.

“Kami mengonfirmasi terhadap semua pihak yang memiliki kaitan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan penerimaan pokir atau alokasi hibah ini,” tegasnya.

Dalam kasusnya, KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan dana hibah untuk pokmas Jatim. Penetapan tersangka ini diumumkan saat penahanan empat tersangka pemberi suap dalam kasus tersebut.

KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka penerima suap. Yakni eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi (KUS), Anggota DPR sekaligus eks Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad (AS), eks Wakil Ketua DPRD Jatim Achmad Iskandar (AI), serta staf Anwar Sadad di DPRD Jatim, Bagus Wahyudiono (BGS).

Baca Juga....!!!  Surat Edaran Donasi Jabar: Melanggar Hukum?

Sementara, 17 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jatim, termasuk kalangan anggota legislatif kabupaten/kota, mantan kepala desa, hingga pihak swasta.

Skema Korupsi Dana Hibah Pokmas

KPK menduga, dugaan praktik korupsi dana hibah pokir Jatim bermula dari adanya indikasi pertemuan antara pimpinan DPRD Jatim bersama seluruh fraksi untuk membahas pembagian jatah hibah pokir. Pertemuan tersebut disebut-sebut menjadi dasar penentuan besaran jatah bagi masing-masing anggota DPRD periode 2019–2022.

Skema pengaturan inilah yang kemudian membuka peluang terjadinya penyimpangan dalam penyaluran dana hibah yang seharusnya ditujukan bagi kepentingan masyarakat. KPK menyebut, Kusnadi tercatat menerima jatah dana hibah pokir dengan total mencapai Rp 398,7 miliar selama empat tahun anggaran.

Angka fantastis tersebut diduga kemudian menjadi sumber utama dalam skema distribusi dana hibah yang tidak transparan. Selanjutnya, dana hibah yang dikuasai oleh Kusnadi tidak langsung disalurkan ke masyarakat penerima manfaat, melainkan didistribusikan melalui sejumlah koordinator lapangan (Korlap).

Di antaranya, Hasanuddin dipercaya sebagai Korlap untuk enam wilayah, yaitu Kabupaten Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan. Sedangkan Jodi Pradana Putra mengkondisikan dana Pokmas di tiga daerah, yakni Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.

Selain itu, ada pula Sukar yang bekerja sama dengan Wawan Kristiawan dan A. Royan sebagai Korlap di Kabupaten Tulungagung. Mereka bertugas mengelola alokasi dana Pokmas sesuai arahan, termasuk mengatur penyaluran maupun pelaksanaan program di daerah yang ditentukan.

Baca Juga....!!!  Gegara Video Viral Rampak Uang Negara Bareng Selingkuhan, Wahyudin Moridu Dipecat PDIP

Pembagian Fee dan Dampak pada Dana Hibah

Dalam praktiknya, para Korlap tersebut tidak hanya berperan sebagai penyalur, melainkan juga membuat dokumen administratif secara penuh. Mereka yang menyusun proposal permohonan dana hibah, menentukan jenis pekerjaan yang diajukan, menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), hingga menyiapkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ).

Dari hasil penyaluran dana hibah pokir itu, muncul kesepakatan pembagian fee yang dinikmati oleh para pihak yang terlibat. Kusnadi diduga selaku penerima jatah utama diduga memperoleh bagian sebesar 15–20 persen. Para Korlap mendapatkan porsi sekitar 5–10 persen, sementara pengurus kelompok masyarakat (Pokmas) penerima hibah kebagian sekitar 2,5 persen. Tidak berhenti di situ, admin pembuat proposal dan LPJ juga mendapatkan bagian sekitar 2,5 persen.

Skema pembagian tersebut berdampak pada semakin kecilnya jumlah dana hibah yang benar-benar sampai untuk program masyarakat. Berdasarkan perhitungan, dana yang digunakan sesuai tujuan hanya sekitar 55–70 persen dari anggaran awal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *