JAKARTA. Pencabutan paspor terhadap Jurist Tan dan Riza Chalid, dua buronan kasus korupsi, memunculkan implikasi serius terhadap status kewarganegaraan mereka. Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, berpendapat bahwa tindakan ini berkonsekuensi pada hilangnya kewarganegaraan kedua individu tersebut.
“Pencabutan kewarganegaraan, berarti kan pencabutan paspor. Itu konsekuensi,” ujar Hikmahanto, menekankan bahwa pencabutan paspor adalah dampak langsung dari hilangnya status kewarganegaraan seseorang.
Meskipun demikian, Hikmahanto tidak menjelaskan secara rinci mengenai mekanisme pencabutan paspor yang secara otomatis menyebabkan seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan atau stateless.
Dasar Hukum Kehilangan Kewarganegaraan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mengatur secara spesifik mengenai kondisi-kondisi yang menyebabkan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) kehilangan status kewarganegaraannya. Pasal 23 dalam undang-undang tersebut menjabarkan sembilan poin utama:
-
Memperoleh Kewarganegaraan Lain:
Seseorang secara sukarela memperoleh kewarganegaraan negara lain. -
Tidak Menolak Kewarganegaraan Lain:
Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, padahal memiliki kesempatan untuk melakukannya. -
Permohonan Pencabutan Kewarganegaraan:
Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonan sendiri. Syaratnya, yang bersangkutan harus sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan hilangnya kewarganegaraan RI, ia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan. -
Masuk Dinas Tentara Asing:
Bergabung dengan dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden. -
Masuk Dinas Negara Asing:
Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, di mana jabatan tersebut, jika berada di Indonesia, hanya dapat diduduki oleh WNI berdasarkan peraturan perundang-undangan. -
Mengangkat Sumpah Setia kepada Negara Asing:
Secara sukarela mengucapkan sumpah atau janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut. -
Turut Serta dalam Pemilihan di Negara Asing:
Meskipun tidak diwajibkan, ikut serta dalam pemilihan yang bersifat ketatanegaraan di negara asing. -
Memiliki Paspor Asing:
Memiliki paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing, atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. -
Tinggal di Luar Negeri Tanpa Alasan Sah:
Tinggal di luar negeri selama lima tahun berturut-turut bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir. Selanjutnya, setiap lima tahun berikutnya, yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan, padahal Perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan. Ketentuan ini berlaku sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Pencabutan Paspor Riza Chalid dan Jurist Tan
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim bahwa status Riza Chalid dan Jurist Tan, yang kini menjadi buronan kasus korupsi, menjadi tanpa kewarganegaraan (stateless) setelah pihaknya mengajukan pencabutan paspor kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa permohonan pencabutan paspor tersebut telah diajukan sejak Juli 2025. Saat ini, kedua buronan kasus korupsi tersebut berada di luar negeri.
“Penarikan paspor 21 Juli 2025 untuk Riza Chalid, dan 9 Juli 2025 untuk penarikan paspor Jurist Tan,” ungkap Anang.
Dengan pencabutan paspor ini, Anang berpendapat bahwa secara otomatis status kewarganegaraan Riza Chalid dan Jurist Tan menjadi stateless. “Iya (statusnya stateless),” tegas Anang.
Kasus yang Menjerat Jurist Tan dan Riza Chalid
Riza Chalid ditetapkan sebagai buronan setelah tiga kali mangkir dari pemeriksaan terkait kasus tata kelola minyak mentah. Ia diduga bersekongkol dengan tiga tersangka lainnya untuk menyewakan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) tangki Merak.
Sementara itu, Jurist Tan juga mangkir saat dipanggil oleh penyidik Kejagung terkait kasus pengadaan laptop Chromebook untuk pelajar PAUD hingga SMA, termasuk di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Pada bulan Agustus, Kejagung telah memproses permintaan red notice terhadap kedua tersangka tersebut. Red notice adalah permintaan kepada Interpol untuk mencari dan menangkap seseorang yang menjadi buronan, dengan tujuan ekstradisi atau penyerahan kepada negara yang meminta.