News  

Mengungkap Film ‘G30S PKI’ Melalui Kaca Sejarah dan Politik

Slidik .com
Pasang

Sejarah yang Tertulis dalam Film

Pada malam hari yang gelap, di akhir bulan September, ingatan kolektif masyarakat Indonesia kembali bangkit. Peristiwa kelam yang tidak pernah terlupakan adalah tragedi Gerakan 30 September 1965. Setiap tahunnya, tanggal ini menjadi tanda sebuah peristiwa penting dalam sejarah bangsa, dan salah satu aspek yang tak terlepas dari ingatan itu adalah kehadiran film ikonis yang memicu kontroversi: “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI”.

Film ini bukan hanya sekadar narasi sejarah, tetapi juga cerminan bagaimana sebuah rezim menggunakan media untuk menancapkan versi kebenaran mereka sendiri. Film ini mengubah kenyataan menjadi fiksi dan terus memicu debat hingga saat ini.

Film “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” lebih dikenal sebagai film G30S PKI, merupakan salah satu karya sinematik paling ikonik dan kontroversial dalam sejarah Indonesia. Diproduksi pada tahun 1984 oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN) dan disutradarai oleh Arifin C. Noer, film ini menjadi alat propaganda masif selama lebih dari satu dekade.

Baca Juga....!!!  Polda Jatim Tangkap 62 Orang dalam Kerusuhan di Malang, Tetapkan 18 Tersangka, 2 Masih Buron

Durasi film ini lebih dari empat jam, dan biaya produksinya sangat besar pada masa itu, mencapai sekitar Rp 800 juta. Ceritanya dibuat berdasarkan versi sejarah yang dirancang oleh Nugroho Notosusanto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di bawah pemerintahan Orde Baru.

Tujuan dari film ini adalah menggambarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai entitas kejam yang bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan tujuh perwira tinggi Angkatan Darat. Film ini secara dramatis merinci detik-detik penculikan, menampilkan adegan-adegan mengerikan dan menyayat hati. Selanjutnya, film ini menyoroti peran Soeharto dalam mengambil alih komando dan menumpas gerakan tersebut, serta menemukan jenazah para jenderal di Lubang Buaya.

Narasi ini efektif mengukuhkan citra Soeharto sebagai penyelamat bangsa dari bahaya komunisme. Dari tahun 1985 hingga 1997, film ini menjadi tontonan wajib yang diputar setiap tahun pada malam 30 September di stasiun televisi nasional TVRI. Penayangan ini tidak hanya terbatas pada televisi; film ini juga diputar di sekolah-sekolah dan ruang publik lainnya, memastikan bahwa seluruh generasi Indonesia mengenal dan meyakini versi sejarah ini.

Baca Juga....!!!  Bocoran Jadwal Pelantikan P3K 2025, Gaji dan Tahapan Lengkap

Efeknya sangat mendalam, membentuk memori kolektif masyarakat tentang G30S sebagai tragedi yang disebabkan oleh kekejaman PKI.

Namun, ketika era Reformasi dimulai pada tahun 1998, film ini langsung menjadi sorotan tajam. Menteri Penerangan Yunus Yosfiah menghentikan penayangan film tersebut secara permanen, mengakui bahwa film itu adalah “rekayasa sejarah” yang sarat kepentingan politik Orde Baru.

Para sejarawan dan akademisi menyoroti beberapa ketidakakuratan fatal dalam film tersebut, antara lain:

  • Adegan penyiksaan brutal di Lubang Buaya yang diklaim dilakukan oleh anggota Gerwani dan PKI tidak didukung oleh hasil otopsi forensik yang resmi.
  • Penggambaran pemimpin PKI D.N. Aidit sebagai perokok berat, padahal ia diketahui tidak merokok.

Meskipun kontroversinya tidak pernah usai, film “Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” tetap menjadi artefak sejarah yang penting. Ia bukan hanya sekadar film, melainkan bukti nyata bagaimana kekuasaan dapat menggunakan media untuk memanipulasi dan mengendalikan narasi sejarah. Film ini terus relevan sebagai pengingat akan pentingnya kritik terhadap sejarah dan perlunya perspektif yang beragam dalam memahami masa lalu bangsa.

Baca Juga....!!!  Presiden Prabowo Berpidato di PBB, Ini Isi Lengkap Pidatonya

Kisah film ini tidak hanya tentang kekejaman yang digambarkan di dalamnya, melainkan juga tentang perjuangan panjang kita sebagai bangsa untuk mencari kebenaran, meninjau ulang sejarah, dan memastikan bahwa cerita masa lalu tidak lagi dimonopoli oleh satu pihak, melainkan menjadi pelajaran berharga yang mengikat kita semua dalam pemahaman yang lebih jujur dan utuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *