Resolusi PBB Soal Palestina: Langkah Konkret atau Sekadar Simbolis
Resolusi PBB Soal Palestina: Langkah Konkret atau Sekadar Simbolis?
Jakarta – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini menyetujui sebuah deklarasi yang berisi langkah-langkah konkret untuk mendorong solusi dua negara antara Israel dan Palestina. Deklarasi ini mendapat dukungan luas dari 142 negara, dengan 10 negara menolak (termasuk Amerika Serikat dan Israel), dan 12 negara abstain.
Resolusi ini menyerukan diakhirinya perang di Gaza, mengecam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, sekaligus mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza. Selain itu, deklarasi ini juga mendukung misi stabilisasi internasional di bawah mandat Dewan Keamanan PBB.
Meskipun mendapat dukungan mayoritas, resolusi ini menimbulkan perdebatan. Amerika Serikat, melalui juru bicaranya, menyebut langkah PBB ini sebagai “aksi publisitas yang salah arah dan tidak tepat waktu.”
Deklarasi ini tentu saja memicu beragam pertanyaan. Apakah dukungan mayoritas ini cukup untuk menekan pihak-pihak yang berkonflik? Apakah resolusi ini benar-benar bisa membuka jalan menuju perdamaian, atau hanya akan menjadi simbolis tanpa dampak nyata di lapangan?
Sejumlah pihak menilai dukungan 142 negara menunjukkan adanya konsensus global yang kuat. Mereka berharap tekanan internasional yang masif ini bisa memaksa Israel dan Amerika Serikat untuk kembali ke meja perundingan.
Namun, beberapa skeptis berpendapat bahwa resolusi PBB seringkali tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Penolakan dari Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utama Israel, diperkirakan dapat melemahkan implementasi dari deklarasi ini.
Apakah resolusi PBB ini bisa menjadi awal dari perdamaian yang nyata atau hanya akan menambah panjang daftar resolusi tanpa tindakan?