● Banyaknya rokok ilegal sering kali digunakan sebagai alasan untuk menunda kenaikan pajak rokok.
● Peredaran rokok ilegal dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak hanya terkait dengan pajak dan harga rokok resmi.
● Pemerintah seharusnya menaikkan pajak rokok sambil mengatasi peredaran rokok ilegal guna mengurangi jumlah perokok.
Menaikkan harga rokok dengan cara pajakterbukti paling efektif dalam menurunkan jumlah perokok. Riset terbaru CISDI (2025)menunjukkan kenaikan harga sebesar 10% mampu mengurangi kecenderungan merokok remaja hingga 22%.
Namun, kebijakan peningkatan pajak harus diiringi dengan kebijakan lain, termasuk pengawasan ketat terhadap rokok ilegal.
Meskipun pihak berwajib secara rutin melakukan operasi, rokok ilegal tetap marak dan sering digunakan sebagai alasan untuk menghambat kenaikan pajak.
Meskipun peredaran rokok ilegal tidak terkait dengan pajak, keberadaannya seharusnya tidak menjadi penghalang bagi pemerintah dalam menaikkan pajak rokok.
Peredaran rokok ilegal sering dihebohkan Peredaran rokok ilegal kerap dipermasalahkan Peredaran rokok ilegal sering dikaitkan dengan isu besar Peredaran rokok ilegal kerap mendapat perhatian berlebihan Peredaran rokok ilegal sering menjadi topik pembicaraan yang menonjol
Mengukur peredaran rokok ilegal memang sulit karena jenisnya beragam. Di Indonesia, variasinya mencakup rokok tanpa pita cukai, dengan pita cukai palsu, serta tanpa label peringatan kesehatan berupa gambar aliaspictorial health warning(PHW), atau PHW yang tidak sesuai.
Salah satu cara pengukuran yang dianggap objektif dan digunakan secara internasional adalah pemeriksaan sampah kemasan rokok. Pada tahun 2024, CISDI bersama Lembaga Demografi Universitas Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap sampah kemasan rokok di enam kota besar dan menemukanrata-rata distribusi rokok ilegal mencapai 10,7% dari seluruh sampah rokok yang ditemukan.
Meskipun demikian, persentase tersebut belum menggambarkan tingkat nasional. Berdasarkan survei ritel dari Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Universitas Gadjah Mada (2023), peredaran rokok ilegal di tingkat nasionalmencapai 6,9% dari keseluruhan penjualan rokok.
Namun, kita perlu waspada dalam mengevaluasi hasil survei rokok ilegal.Tim peneliti dari Universitas Johns Hopkinsmenyatakan bahwa industri rokok di tingkat global sering menyebutkan angka penyebaran rokok ilegal yang jauh lebih besar dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan secara mandiri.
Tujuannya adalah untuk menghambat kebijakan kenaikan pajak, serta menyebarkan narasi bahwa kenaikan pajak menyebabkan penyebaran rokok ilegal semakin meluas.
Misalnya, studi mandiri di Kolombia (2016)menemukan distribusi rokok ilegal sebesar 3,5%, namun industri menyatakan 20%.Penelitian mandiri di Hong Kong (2012)mencatat 12%, sementara industri menyebutkan 36%.
Tim penelitijuga mengkritik perkiraan peredaran rokok ilegal dari lembaga komersial, seperti Euromonitor dan GlobalData. Hal ini karena kedua lembaga tersebut mengandalkan data industri, dengan metode yang tidak seragam, serta kurang jelas.
Faktor geografis dan peraturan lebih berdampak
Bank Dunia memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi tingginya peredaran rokok ilegal, tetapi tidak memiliki hubungan langsung dengan pajak.
Faktor tersebutmisalnya potensi keuntungan dari produksi dan distribusi rokok ilegal, lokasi geografis yang mempermudah peredaran rokok ilegal, ketidakmampuan regulasi dan pengelolaan dalam penindakan, serta tindakan korupsi.
Bank Dunia menemukan besaran peredaran rokok ilegal jauh lebih sedikit peredaran rokok ilegal jauh lebih kecil jumlahnya peredaran rokok ilegal jauh lebih rendah peredaran rokok ilegal jauh lebih sedikit dibandingkan yang legal peredaran rokok ilegal jauh lebih tidak signifikan peredaran rokok ilegal jauh lebih terbatas peredaran rokok ilegal jauh lebih sedikit dari yang diharapkan peredaran rokok ilegal jauh lebih kecil dalam skala peredaran rokok ilegal jauh lebih sedikit dibandingkan sebelumnya peredaran rokok ilegal jauh lebih tidak banyakdi negara-negara dengan pajak rokok yang tinggi, dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki pajak rokok rendah.
Sebabnya, negara-negara yang memiliki pajak rokok tinggi biasanyamemiliki regulasi, tata kelola, dan sistem pengawasan yang lebih baik.
Sementara itu, hasil studi CISDI (2024)menunjukkan, beberapa kota pelabuhan besar (seperti Surabaya dan Makassar) memiliki tingkat rokok ilegal yang lebih tinggi (masing-masing 21,5% dan 20,6%), dibandingkan kota-kota besar lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor geografis berpengaruh terhadap penyebaran rokok ilegal. Oleh karenanya, pemerintah harus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap rokok ilegal di daerah-daerah yang memiliki risiko tinggi.
Selain itu, Studi CISDI (2023)menunjukkan bahwa rokok yang diizinkan di Indonesia umumnya masih sangat terjangkau, bahkan semakin murah dalam dua puluh tahun terakhir. Oleh karena itu, anggapan bahwa kenaikan pajak akan membuat masyarakat beralih ke rokok ilegal kurang tepat.
Meskipun harga rokok terus meningkat setiap tahun, pendapatan dan kemampuan ekonomi masyarakat juga semakin meningkat. Selain itu, jumlah rokok yang dijual dalam bentuk batangan membuat produk ini menjadi sangat murah.
Rokok ilegal dapat dihilangkan sambil meningkatkan pajak
Beberapa negara berhasil mengurangi jumlah perokok dengan menaikkan pajak rokok, meskipun rokok ilegal masih beredar.Brasil—negara yang memiliki tingkat peredaran rokok ilegal cukup tinggi (sekitar 27%)—berhasil menurunkan angka kejadian merokok secara signifikan sejak menerapkan perubahan kebijakan cukai pada 2011.
Keberhasilan Brasil menjadi bukti nyata bahwa kenaikan pajak rokok dapat mengurangi jumlah perokok meskipun peredaran rokok ilegal semakin marak.
Turkijuga berhasil menurunkan konsumsi rokok per kapita sebesar 9% setelah kenaikan pajak. Evaluasi terhadap kenaikan pajak pada tahun 2013 menunjukkan bahwa tingkat rokok ilegal di Turki tetap stabil sekitar 12% setelah lima bulan pajak naik.
Mengambil pelajaran dari Brasil dan Turki, pemerintah sebaiknya terus meningkatkan pajak rokok agar mampu mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Ketentuannya, pemerintah harus melakukan pengawasan ketat terhadap kawasan perdagangan bebas guna meminimalkan potensi penyelundupan, memperkuat pengawasan terhadap produsen, serta menutup pabrik rokok yang tidak memiliki izin.
Selain itu, aturan mengenai kepemilikan mesin penggulung rokok perlu diperketat agar tidak digunakan secara sembarangan untuk membuat rokok ilegal.
Pemerintah perlu menerapkan sistem pemantauan dan pelacakan (trace and track system) untuk mengawasi dan melindungi rantai pasok produk tembakau.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah mendapatkan akses keKerangka Kerja Pengendalian Rokok Perjanjian Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau Panduan Kerangka Kerja Pengendalian Rokok Sistem Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau Rangka Kerja Pengendalian Rokok (Konvensi Kerangka tentang Pengendalian Tembakau) dan menerapkan Perjanjian Penanggulangan Perdagangan Ilegal Produk Tembakau dari WHO.
Akses terhadap kedua aturan tersebut akan memperkuat komitmen Indonesia dalam menjaga kesehatan masyarakat, mengurangi tingkat konsumsi produk tembakau, serta menyesuaikan kebijakan nasional dengan upaya pengendalian tembakau secara global.
Artikel ini pertama kali diterbitkan diThe Conversation, situs berita non-profit yang menyebarkan ilmu pengetahuan akademik dan para peneliti.
- Penelitian: paparan iklan rokok elektrik di media sosial ternyata meningkatkan penggunaannya di Indonesia
- Penelitian: kandungan kimia rokok rasa di Indonesia menyembunyikan bahaya merokok
Muhammad Zulfiqar Firdaus mendapatkan pendanaan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan program Economics for Health, Johns Hopkins University guna menjalani penelitian mengenai cukai rokok di Indonesia.