Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook terus bergulir. Tim kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim kembali menegaskan bahwa penetapan klien mereka sebagai tersangka adalah tidak sah dan cacat hukum. Penegasan ini disampaikan dalam sidang lanjutan praperadilan dengan agenda penyampaian kesimpulan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berikut poin-poin utama yang disampaikan tim kuasa hukum:
Tidak Ada Bukti Permulaan yang Sah
Kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir, menyatakan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak memiliki bukti permulaan yang sah untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Menurutnya, bukti permulaan yang sah haruslah menunjukkan adanya kerugian keuangan negara secara nyata dan pasti (actual loss), bukan sekadar dugaan atau potensi kerugian (potential loss).
-
Bukti yang diajukan Kejagung, menurut Dodi, hanyalah hasil ekspos resmi antara penyidik dan auditor yang menyebutkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dan potensi kerugian keuangan negara. Hal ini dinilai tidak cukup karena belum ada kerugian keuangan yang nyata dan pasti.
- “Salah satu bukti yang diajukan Kejagung adalah hasil ekspos resmi antara penyidik dan auditor yang menyebutkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum dan kerugian keuangan negara, bukan kerugian keuangan yang nyata dan pasti berdasarkan ketentuan yang ada,” ujarnya.
-
Dodi menekankan bahwa berdasarkan hukum positif, kewenangan untuk mendeklarasikan adanya kerugian keuangan negara secara sah hanya dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
- “Bahkan, dalam ekspos yang dibacakan oleh pihak penyidik di hadapan kami beberapa waktu lalu, sama sekali tidak disebutkan adanya kerugian keuangan negara. Kalimat yang muncul justru berbunyi ‘akan dihitung kerugian negara’, yang artinya perhitungan tersebut belum dilakukan pada saat itu,” ungkap tim kuasa hukum.
Kerugian Negara Harus Dihitung dari Actual Loss
Tim kuasa hukum Nadiem berpendapat bahwa Kejagung hanya menyampaikan perkiraan kerugian keuangan negara, bukan kerugian nyata dan pasti yang sudah dihitung secara akurat. Mereka juga menyoroti bahwa kedua saksi ahli, baik dari pihak Nadiem maupun Kejagung, sepakat bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi harus dihitung berdasarkan actual loss sesuai dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pasal 2 dan Pasal 3.
Audit BPKP Tidak Menemukan Mark-Up
Dodi juga menyoroti bahwa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan audit di 22 provinsi untuk mengaudit harga pengadaan laptop Chromebook. Hasil audit BPKP menyatakan bahwa harga pengadaan dinyatakan normal dan tidak ditemukan adanya mark-up.
- “Artinya, hingga hari ini, tidak ada unsur kerugian negara sebagaimana ditegaskan oleh BPKP, lembaga yang sah menurut undang-undang untuk melakukan audit keuangan negara,” jelasnya.
Penetapan Tersangka Prematur
Tim kuasa hukum Nadiem berpendapat bahwa penafsiran bukti permulaan terpenuhi apabila dua alat bukti tersebut telah ditemukan sebelum penetapan tersangka dilakukan, bukan setelahnya. Mereka menilai bahwa Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba ketika alat bukti yang dihadirkan Kejagung tidak sah secara hukum.
Pelanggaran Hak Konstitusional
Lebih lanjut, tim kuasa hukum menyoroti bahwa Nadiem tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). SPDP merupakan surat pemberitahuan resmi kepada seseorang bahwa dirinya sedang dalam proses penyidikan, yang merupakan hak konstitusional terlapor untuk mempersiapkan pembelaan diri sejak dini.
Surat Perintah Penyidikan yang Tidak Sesuai Prosedur
Tim kuasa hukum juga menyoroti bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang digunakan Kejagung bersifat umum, kemudian dijadikan dasar untuk penerbitan Sprindik Khusus. Tindakan ini dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 109 KUHAP.
Kesimpulan Tim Kuasa Hukum
Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan, tim kuasa hukum Nadiem berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap klien mereka tidak sah, baik secara formil maupun materiil.
- “Seluruh proses penetapan tersangka hingga penahanan terhadap pemohon menjadi cacat hukum dan tidak sah, dan oleh karenanya harus dinyatakan batal demi hukum dan seluruh akibat hukumnya dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat,” kata Dodi.