Pemerintah perlu mengambil langkah antisipatif terhadap potensi dampak dari penghentian operasional pemerintahan Amerika Serikat (AS), atau yang dikenal sebagai government shutdown, terutama jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Para ekonom merekomendasikan sejumlah strategi penting untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul.
Salah satu dampak utama dari government shutdown di AS adalah potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan oleh dirumahkannya ratusan ribu pegawai federal dan tertundanya berbagai belanja pemerintah. Kondisi ini dapat memengaruhi rantai pasok dan permintaan impor AS secara signifikan.
Lalu, bagaimana dampak shutdown ini terhadap Indonesia? Analis memperkirakan dampak akan terasa melalui tiga jalur utama: nilai tukar rupiah, sektor perdagangan, dan pasar keuangan.
Dampak pada Nilai Tukar Rupiah
Melemahnya dolar AS akibat shutdown dapat memberikan sedikit keringanan terhadap tekanan impor dan membantu menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun, perlu diingat bahwa sensitivitas rupiah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor domestik, seperti kredibilitas fiskal dan kebijakan yang diterapkan.
Rupiah juga masih dipengaruhi oleh premi risiko domestik, terutama terkait kekhawatiran terhadap disiplin fiskal dan potensi pemangkasan suku bunga dalam negeri. Akibatnya, respons rupiah terhadap pelemahan dolar mungkin tidak sekuat mata uang negara berkembang lainnya.
Dampak pada Sektor Perdagangan
Dampak shutdown AS terhadap perdagangan diperkirakan relatif terbatas, asalkan penghentian operasional pemerintahan tidak berlangsung terlalu lama. Hal ini karena paparan langsung Indonesia terhadap permintaan akhir AS relatif lebih kecil dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Porsi ekspor ke AS sebagai bagian dari PDB Indonesia berada di kelompok menengah ke bawah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.
Dampak pada Pasar Keuangan
Pelemahan dolar AS dan meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga AS dapat mendorong potensi arus modal masuk ke obligasi negara berkembang. Namun, arahnya tetap bergantung pada kejelasan kebijakan fiskal dan koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal.
Untuk mengantisipasi dampak negatif yang mungkin timbul, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis. Berikut adalah lima strategi utama yang direkomendasikan:
-
Menjaga Kredibilitas Fiskal:
Penegasan kembali batasan defisit akan menurunkan premi risiko dan membuat Indonesia lebih siap menerima arus modal masuk saat dolar melemah. Pasar saat ini sangat sensitif terhadap isu disiplin fiskal. Oleh karena itu, komunikasi yang konsisten mengenai batasan defisit, sumber pembiayaan, dan kombinasi instrumen yang digunakan sangat penting untuk menopang nilai tukar rupiah dan menurunkan biaya pendanaan.
-
Memperkuat Manajemen Likuiditas dan Stabilisasi Nilai Tukar yang Bersifat Pre-emptive:
Bank Indonesia (BI) dapat melanjutkan strategi intervensi terukur di pasar valas dan domestic non-deliverable forward (DNDF), menjaga kelancaran pasar Surat Berharga Negara (SBN), serta memberikan panduan yang jelas agar volatilitas rupiah tetap terkendali ketika data AS tertunda dan volatilitas global meningkat.
-
Mengoptimalkan Komposisi Instrumen Moneter – Pasar Uang:
Tujuannya adalah agar aliran investor asing cenderung mengarah ke SBN daripada instrumen jangka sangat pendek. Hal ini akan membuat pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi lebih efisien.
* Pengurangan porsi instrumen jangka pendek bank sentral yang terlalu menarik bagi investor asing dapat membantu mengalihkan arus modal ke SBN tanpa mengorbankan stabilitas. -
Mempercepat Fasilitasi Perdagangan dan Diversifikasi Pasar Ekspor:
Implementasi perjanjian dagang baru, termasuk penyelesaian dan persiapan implementasi perjanjian Indonesia – Uni Eropa, akan mengurangi ketergantungan pada satu pasar dan menahan dampak negatif jika permintaan AS melemah. Diversifikasi pasar ekspor menjadi kunci untuk mengurangi risiko yang timbul akibat gejolak ekonomi di negara tertentu.
-
Menyiapkan Bantalan Daya Beli Domestik yang Bersifat Terarah:
Apabila ketidakpastian global sempat menekan keyakinan rumah tangga kelas menengah, pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah untuk menjaga daya beli masyarakat. Contohnya, melalui percepatan belanja padat karya di daerah dan penyempurnaan penyaluran bantuan yang tepat sasaran, tanpa mengganggu disiplin fiskal. Program-program ini harus dirancang agar efektif dan efisien dalam menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini, Indonesia dapat lebih siap menghadapi potensi dampak negatif dari government shutdown di AS dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.