Trump Menyangkal, Prabowo Pilih Jalankan Diplomasi Iklim

JAKARTA – Panggung Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada Selasa (23/9/2025) waktu setempat, jadi bukti dunia belum satu suara terhadap dampak perubahan iklim.

Kesimpulan tersebut muncul setelah mencermati pidato Presiden AS Donald Trump dan Presiden RI Prabowo Subianto perihal energi terbarukan hingga perubahan iklim.

Trump menyebut sektor energi di AS saat ini tengah mengalami perkembangan yang pesat. Dia menuturkan, hal itu dilakukan dengan menyingkirkan regulasi dan penggunaan energi terbarukan.

Menurutnya, energi terbarukan merupakan lelucon yang tidak berfungsi berbiaya mahal. “Energi terbarukan, omong-omong, itu lelucon. Tidak berfungsi. Terlalu mahal. Tidak cukup kuat untuk menggerakkan pabrik-pabrik yang anda butuhkan untuk membuat negara anda hebat,” kata Trump.

Dia mencontohkan, penggunaan turbin angin merupakan salah satu contoh pembangkit listrik energi terbarukan yang sangat buruk untuk dioperasikan.

Read More

Dia menuturkan, pemeliharaan mesin-mesin tersebut sangat mahal serta bagian-bagian mesin yang mudah berkarat dan lapuk. Padahal, dia menyebut, energi seharusnya menghasilkan uang, bukan menimbulkan kerugian.

Di sisi lain, Prabowo menyampaikan dampak perubahan iklim yang nyata dirasakan Indonesia sebagai negara kepulauan. Salah satu dampak nyatanya adalah kenaikan permukaan laut menjadi ancaman serius yang sudah terjadi saat ini.

“Permukaan laut di pantai utara Jakarta meningkat lima sentimeter setiap tahun. Bisakah Anda bayangkan dalam 10 tahun? Bisakah Anda bayangkan dalam 20 tahun?,” katanya.

Lebih lanjut, Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia memilih menghadapi perubahan iklim melalui aksi nyata, bukan sekadar slogan. Indonesia berkomitmen untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015 dan menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Prabowo menyampaikan target reforestasi lebih dari 12 juta hektare hutan terdegradasi, mengurangi kerusakan hutan, memberdayakan masyarakat lokal dengan pekerjaan hijau berkualitas untuk masa depan.

“Indonesia secara tegas beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik kami akan berasal dari energi terbarukan,” ujarnya.

Diplomasi Iklim Ala Prabowo

Merespons pidato Prabowo dan Trump, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira berharap Indonesia bisa memanfaatkan peluang di investasi transisi energi.

Bhima mengatakan, Prabowo menggunakan Sidang Umum PBB ataupun forum global lain untuk diplomasi iklim. Menurutnya, hal ini tampak dari konsistensi Kepala Negara yang selalu menyampaikan misi transisi energi ataupun perubahan iklim dalam pidato di forum internasional.

“Diplomasi iklim tidak dipakai Trump. Ini strategi Presiden Prabowo yang baik. Tinggal sekarang bagaimana melaksanakannya, karena ini bukan pertama kali (disampaikan),” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (24/9/2025).

Bhima menjelaskan, sebenarnya dalam ranah teknis program pemerintah sudah banyak menyinggung soal proyek energi terbarukan. Misalnya saja program kopdes didukung dengan pembangunan PLTS atap.

Dalam hal ini, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mewacanakan membangun 1 megawatt PLTS atap di setiap desa. Hal itu disampaikannya seusai rapat dengan Presiden Prabowo pada 15 September silam.

“Ya tadi, rapat pertama, habis itu dipanggil lagi kita bahas tentang percepatan untuk transisi energi. Kita mau bangun solar panel yang satu desa itu 1-1,5 megawatt [MW],” ujarnya.

Selain itu, wacana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memangkas subsidi listrik dengan mendorong penggunaan PLTS.

Purbaya menyebut rencana itu didiskusikan ketika rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025).

“Waktu di Hambalang kemarin, ada diskusi tentang program pengurangan subsidi listrik utamanya, dengan waktu itu dibicarakan tentang penggunaan PLTS Surya ya,” jelasnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Dari dua contoh tersebut, lanjut Bhima, menunjukkan Prabowo ingin betul menarik dana besar untuk dibawa ke Tanah Air sebagai pembiayaan proyek transisi energi ataupun perubahan iklim.

Menurutnya, diplomasi iklim ala Prabowo dapat dijadikan magnet menarik pemanfaatan teknologi hijau, baik untuk sektor energi hingga pertanian. “Jelas bahwa Prabowo tidak lagi melihat hijau sebagai penghambat, tetapi menjadi leverage di mata internasional,” tambahnya.

Di sisi lain, Agung Budiono, Direktur Eksekutif CERAH menilai, rangkaian regulasi sektor energi Indonesia yang ada sekarang belum mencerminkan komitmen Presiden Prabowo terkait Perjanjian Paris, seperti yang disampaikannya dalam Sidang Umum PBB.

“Presiden Prabowo sebelumnya juga telah menyatakan akan mendorong penggunaan 100% energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Karenanya, sudah seharusnya pemerintah merevisi seluruh kebijakan sektor energi dan ketenagalistrikan, mulai dari KEN hingga RUPTL, agar selaras dengan komitmen tersebut,” ujar Agung.

Kontroversi dan Tudingan Trump

Sementara itu, Program and Policy Manager Cerah, Wicaksono Gitawan menambahkan pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tepat sebelum pidato Presiden Prabowo, merupakan bukti nyata pengabaian sains.

Menurutnya, pernyataan Presiden Trump bahwa perubahan iklim dan energi hijau adalah penipuan sama sekali tidak mencerminkan apa yang dirasakan seluruh masyarakat global.

“Tahun 2024 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah bumi, dan pernyataan tidak bijak Trump mengabaikan upaya-upaya kolektif yang sudah dilakukan secara global,” ujarnya.

Adapun, mengutip data BloombergNEF, energi terbarukan semakin menggerakkan ekonomi global terutama di China. Pada 2024, 84% pertumbuhan permintaan listrik negara tersebut dipenuhi oleh tenaga angin dan surya.

China memiliki kapasitas tenaga angin lebih dari 3 kali lipat AS dan merupakan pemimpin dunia dalam pemasangan energi bersih. Sementara itu, Inggris mendapatkan hampir sepertiga listriknya dari angin, menjadikannya sumber daya listrik utama negara tersebut.

“Pandangan Trump mengenai kebijakan energi Inggris sama kredibelnya dengan klaimnya mengenai parasetamol [asetaminofen] yang menyebabkan autisme,” ujar Direktur Eksekutif LSM Uplift Tessa Khan dilansir Bloomberg, Rabu (24/9/2025).

Senada, Kepala Eksekutif Yayasan Iklim Eropa Laurence Tubiana menuturkan tudingan Presiden AS sangat kontras dengan peningkatan PBB yang mengangkat isu iklim sebagai isu krusial.

“Hampir setiap pemerintahan di dunia mengakui bahwa perubahan iklim bukanlah tipuan, melainkan tantangan yang menentukan. “Berpura-pura sebaliknya sama saja dengan mengingkari kenyataan,” katanya.

Pidato Trump menggarisbawahi perubahan haluan 180 derajatnya dari mantan Presiden Joe Biden, yang merangkul aksi iklim dan mendorong manufaktur ramah lingkungan di dalam negeri.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *