Rumah Sri Mulyani Dijarah Massa, Kekecewaan Sang Mantan Menteri Keuangan Terungkap
JAKARTA — Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengganti Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan dengan Purbaya Yudhi Sadewa pada Selasa (3/9) menjadi sorotan publik. Namun, di balik pergantian jabatan tersebut, terungkap sebuah cerita yang mengejutkan terkait insiden penjarahan di kediaman Sri Mulyani beberapa hari sebelumnya.
Menurut wartawan senior Harian Kompas, Suhartono, yang berbicara dalam acara BUSINESS TALK di Kompas TV, penjarahan rumah Sri Mulyani bukan terjadi tanpa sebab. Ia menyebut bahwa kejadian ini dipicu oleh penjarahan serupa yang menimpa sejumlah pejabat dan figur publik lainnya, seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, dan Uya Kuya pada Sabtu (30/8).
Upaya Perlindungan yang Kurang Maksimal
Suhartono membeberkan bahwa pada Minggu (31/8), beberapa jam sebelum rumahnya dijarah, Sri Mulyani sempat menghubungi Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, namun panggilannya tidak dijawab. Ia kemudian mencoba menghubungi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin untuk meminta pengamanan.
Sayangnya, respons yang didapat jauh dari harapan. Sjafrie Sjamsoeddin hanya mengirimkan 20 anggota TNI untuk menjaga rumahnya. Jumlah ini, kata Suhartono, tidak sebanding dengan ratusan massa yang datang. “Sehingga tidak bisa menahan ratusan massa,” imbuhnya.
Akibatnya, penjarahan dan perusakan rumah Sri Mulyani pun tak terhindarkan. Insiden ini meninggalkan kekecewaan mendalam pada Sri Mulyani.
“Negara Tidak Memberikan Perlindungan Cukup”
Keterangan Suhartono ini senada dengan pernyataan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Leon Hartono, Mahfud mengatakan bahwa Sri Mulyani sangat kecewa karena merasa negara tidak hadir untuk melindunginya secara maksimal.
Mahfud menjelaskan, meski berupaya berpikir positif terhadap penjarahan itu sendiri, Sri Mulyani merasa sangat kecewa melihat kurangnya aparat yang datang saat kejadian. “Beliau sangat kecewa saya dengar ‘kenapa rumah saya sampai dijarah seperti itu, negara tidak memberikan perlindungan yang cukup’,” kata Mahfud MD.
Ia menambahkan, pengamanan ketat baru diberikan setelah penjarahan kedua. “Di rumah dia (Sri Mulyani) itu ketika terjadi penjarahan pertama, dia telepon ke pejabat berwenang, dikirim TNI tapi sedikit. Dua jam kemudian datang lagi penjarahan. Baru dikirim (TNI) agak banyak, tapi udah terlanjur dijarah juga,” jelas Mahfud.
Selain itu, Sri Mulyani juga merasa sedih karena merasa “disamakan dengan Sahroni” akibat insiden ini. Mahfud MD menyebut, Sri Mulyani merasa tidak terima rumahnya dijarah seperti yang terjadi pada anggota DPR tersebut.
Analisa di Balik Kurangnya Pengamanan
Mahfud MD menganalisa, alasan kurangnya pengamanan di rumah Sri Mulyani sebelum penjarahan mungkin karena pihak berwenang tidak menduga bahwa rumahnya akan menjadi sasaran. “Mungkin karena Bu Sri Mulyani dianggap bersih, enggak akan ada apa-apa. Tapi kok tiba-tiba datang, baru minta bantuan. Tapi sudah itu datang banyak lagi, baru datang pengamanan sesudah penjarahan terjadi,” ungkapnya.
Di akhir pernyataannya, Mahfud MD mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan pergantian Sri Mulyani. Ia menilai Sri Mulyani memenuhi tiga syarat penting bagi seorang pejabat: profesionalisme, rekam jejak yang luar biasa, dan integritas yang baik.