Dunia birokrasi Indonesia tengah mengalami transformasi signifikan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Salah satu poin utama dalam UU ini adalah pelarangan pengangkatan pegawai non-ASN untuk mengisi posisi ASN di seluruh instansi pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kebijakan ini memicu kekhawatiran, terutama di kalangan tenaga honorer yang telah lama menjadi andalan dalam memberikan pelayanan publik di berbagai sektor. Tenggat waktu penataan tenaga non-ASN ditetapkan hingga Desember 2024, setelah itu, tidak ada lagi peluang untuk pengangkatan pegawai di luar kategori ASN.
Namun, UU ASN 2023 juga memberikan secercah harapan. Pasal 66 memberikan penjelasan mengenai tiga kondisi pengecualian yang memungkinkan tenaga non-ASN untuk mendapatkan kejelasan status. Hal ini dapat dilakukan melalui mekanisme kontrak yang masih berlaku, atau melalui verifikasi dan validasi resmi untuk kemungkinan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Larangan Tegas Pengangkatan Non-ASN
Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU ASN 2023 secara tegas melarang pengangkatan pegawai non-ASN. Pasal ini menyatakan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan pejabat lain di instansi pemerintah tidak diperbolehkan mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Aturan ini berlaku secara menyeluruh, dari tingkat pusat hingga daerah. Setelah Desember 2024, tenaga honorer atau pegawai kontrak yang tidak termasuk dalam kategori ASN (PNS atau PPPK) tidak lagi dapat diangkat. Pemerintah menekankan bahwa penataan ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih teratur, efisien, dan sesuai dengan standar pelayanan publik modern.
Tiga Pengecualian dalam Pasal 66 UU ASN 2023
Meskipun aturan ini terkesan ketat, pemerintah mengakui peran penting tenaga non-ASN selama ini. Oleh karena itu, penjelasan Pasal 66 membuka peluang pengecualian dalam tiga kondisi berikut:
-
Penataan Non-ASN melalui Verifikasi dan Validasi
Pemerintah memberikan kesempatan kepada tenaga non-ASN yang telah terdaftar dalam basis data resmi untuk mengikuti proses verifikasi dan validasi (verval). Jika mereka memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mereka dapat diproses untuk diangkat menjadi PPPK. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa tenaga honorer yang telah lama mengabdi tidak diberhentikan begitu saja tanpa adanya kepastian.
2. Pegawai Non-ASN yang Masih Terikat KontrakLarangan ini belum berlaku sepenuhnya bagi tenaga non-ASN yang masih memiliki kontrak kerja aktif hingga Desember 2024. Mereka tetap diperbolehkan untuk menyelesaikan masa kontrak mereka sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan sebelum UU ASN diberlakukan secara penuh.
3. Pengangkatan yang Diatur oleh Lembaga BerwenangPenjelasan Pasal 66 juga menyebutkan bahwa penataan mencakup verifikasi, validasi, serta pengangkatan resmi oleh lembaga yang berwenang. Ini berarti, selama proses ini dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum yang sah, tenaga non-ASN tetap memiliki peluang untuk masuk ke dalam formasi ASN melalui jalur PPPK.
Batas Waktu Penataan hingga Desember 2024
UU ASN 2023 menetapkan bahwa seluruh instansi pemerintah wajib menyelesaikan penataan tenaga non-ASN paling lambat pada Desember 2024. Setelah tanggal tersebut, tidak akan ada lagi perekrutan di luar kategori ASN. Kebijakan ini sejalan dengan agenda reformasi birokrasi nasional, yang menekankan pada profesionalisme aparatur, transparansi rekrutmen, dan efisiensi anggaran. Pemerintah juga berharap bahwa langkah ini dapat menghilangkan praktik pengangkatan tenaga honorer tanpa mekanisme yang jelas, yang sering terjadi di berbagai daerah.
Dampak Langsung bagi Tenaga Honorer
Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi. Di satu sisi, tenaga honorer merasa khawatir kehilangan pekerjaan setelah Desember 2024. Di sisi lain, mereka melihat adanya peluang melalui mekanisme verifikasi dan validasi untuk diangkat menjadi PPPK. Banyak organisasi profesi tenaga honorer mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa proses verval berjalan transparan dan tidak diskriminatif. Hal ini sangat penting agar tenaga honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun tidak diabaikan begitu saja.
Reaksi DPR dan Publik
Komisi II DPR RI menyambut UU ASN 2023 sebagai langkah maju dalam penataan aparatur negara. Namun, mereka juga menekankan pentingnya pemerintah untuk memperhatikan aspek keadilan sosial, terutama bagi tenaga honorer yang telah lama bekerja. Publik menyoroti bahwa ASN merupakan pilar utama birokrasi, tetapi tenaga non-ASN telah lama menjadi penyokong layanan dasar, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga administrasi publik. Jika transisi ini tidak dikelola dengan baik, dikhawatirkan akan terjadi kekosongan tenaga di lapangan.
Menuju Reformasi Birokrasi 2024–2026
Dengan diberlakukannya UU ASN 2023, pemerintah pusat dan daerah menghadapi tantangan besar: menata jutaan tenaga non-ASN agar status mereka menjadi jelas. Proses verifikasi dan validasi harus dilakukan secepat mungkin, transparan, dan terintegrasi dengan sistem nasional agar tidak terjadi anomali data, seperti yang pernah terungkap di beberapa daerah.
Bagi tenaga honorer, kebijakan ini menjadi momentum penting: antara kesempatan terakhir untuk mendapatkan status PPPK atau kehilangan peluang sama sekali setelah Desember 2024. UU ASN 2023 menegaskan larangan pengangkatan non-ASN, namun tetap memberikan tiga pengecualian penting: verval untuk penataan, kontrak yang masih berlaku, dan pengangkatan melalui lembaga berwenang.
Batas waktu penataan hingga Desember 2024 menjadi momen krusial. Jika pemerintah mampu mengelola transisi ini dengan baik, maka sistem kepegawaian Indonesia akan menjadi lebih tertib, adil, dan profesional. Namun, jika prosesnya tidak transparan, tenaga honorer yang telah lama mengabdi berpotensi kehilangan kejelasan status, dan hal ini dapat berdampak pada kelangsungan layanan publik.